Jakarta, Trenzindonesia | Menjelang peringatan Hari Kartini, semangat perempuan muda Indonesia menemukan ruang aktualnya di tengah tantangan era digital.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menerima sembilan perwakilan organisasi kepemudaan (OKP) perempuan Cipayung Plus dalam forum Kartini Talks, yang digelar di Kantor Pusat Kemkomdigi, Jakarta Pusat, Sabtu (19/4).

Pertemuan ini tidak sekadar menjadi seremoni, melainkan menghasilkan komitmen bersama: perempuan muda siap menjadi garda depan pelindung anak di ruang digital, khususnya melalui pengawalan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dalam Pelindungan Anak atau yang dikenal dengan PP Tunas.
“Kami sangat mengapresiasi kehadiran dan semangat teman-teman OKP perempuan. Banyak dari mereka datang dengan inisiatif dan harapan besar untuk turut berkontribusi, termasuk memastikan literasi digital terus berkembang dan PP Tunas dapat dijalankan secara nyata di tengah masyarakat,” ujar Meutya Hafid dalam siaran pers Kemkomdigi.
PP Tunas, yang baru ditandatangani Presiden Prabowo Subianto, merupakan tonggak penting dalam upaya melindungi anak dari konten dan interaksi digital yang berisiko. Meutya menegaskan bahwa regulasi ini membutuhkan kolaborasi berbagai pihak agar dapat diimplementasikan dengan efektif.
Para perwakilan OKP perempuan yang hadir juga menyampaikan keprihatinan terhadap kerentanan anak dan remaja di dunia digital. Mereka menilai bahwa edukasi, sosialisasi, dan pengawasan merupakan elemen penting dalam mendukung keberhasilan implementasi PP Tunas.
“Mereka merasa bahwa PP ini, jika diterapkan dengan baik, dapat benar-benar melindungi anak-anak. Kami berharap bisa bekerja sama dalam edukasi, sosialisasi, dan pengawasan pelaksanaan PP ini,” tambah Meutya.

Salah satu suara perempuan muda disampaikan oleh Ketua Kopri PB PMII, Wulan Sari AS, yang menyoroti masih maraknya kekerasan berbasis gender online (KBGO) di ruang digital, khususnya yang menimpa perempuan dan anak-anak.
“Ruang digital masih menjadi tempat yang penuh risiko. Kasus pelecehan dan kekerasan digital masih sering dialami perempuan. Karena itu, kita harus ciptakan ruang digital yang aman dan suportif, baik di dunia maya maupun dunia nyata,” ungkap Wulan.
Tak hanya berhenti pada komitmen lisan, audiensi ini menghasilkan kesepakatan awal untuk menyusun agenda kolaboratif. Di antaranya, pelatihan relawan literasi digital, penyuluhan di kampus dan sekolah, serta aktivasi kanal pelaporan KBGO berbasis komunitas. Kemkomdigi pun menyatakan siap memfasilitasi inisiatif-inisiatif tersebut secara berkelanjutan. (Da_Bon/Fjr) |Foto : Istimewa