JAKARTA, Trenzindonesia | Berawal dari kegelisahannya menyaksikan kian berkurangnya penulisan feature dan reportase di bidang budaya, Yusuf Susilo Hartono, wartawan dan pengurus Bidang Kebudayaan di PWI Pusat berinisiatif dan mengagas untuk menggelar Seminar Temu Redaktur Kebudayaan dari awak media di seluruh Indonesia. Gagasan tersebut disambut oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Seminar Temu Redaktur Kebudayaan itu resmi dilaksanakan tahun 2012- 2015.
“Tujuan Seminar Temu Redaktur Kebudayaan itu dimaksudkan menggairahkan kembali media di seluruh Indonesia untuk menyediakan rubrik budaya dengan mengangkat seni dan budaya yang ada di wilayah masing- masing,” kata wartawan senior yang juga pelukis ini.
Agar wartawan dan redaktur memahami bidang kebudayaan, dalam seminar itu mereka dibekali oleh para pelaku kebudayaan di antaranya: Remy Silado (almarhum), Bre Redana, Mudji Sutrisno, dan Gunawan Mohamad. Seminar Temu Redaktur Kebudayaan itu dalam kurun empat tahun dilaksanakan di Jakarta, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Bogor, dan Semarang.
“Ketika acara di Jakarta, peserta seminar kami ajak berkeliling seperti ke Pusat Perfilman, Galeri Nasional, dan Museum Nasional. Salah seorang redaktur dari rombongan itu bertanya kepada saya, apakah museum itu salah satu bidang kebudayaan? Inikan sangat menyedihkan. Sekelas redaktur tidak mempunyai pengetahuan tentang budaya,” cerita mantan wartawan harian Surabaya Post yang kini mengelola majalah Gallery
Diakui oleh para peserta Seminar Temu Redaktur Kebudayaan, pikiran mereka terbuka. Mereka memahami apa itu kerja kebudayaan. “Mereka sangat berterima kasih adanya program itu mendapat wawasan yg bermanfaat,” jelasnya.
Keprihatinan lain yang ada di benak pria yang biasa disapa Mas Yusuf ini, saat itu Indonesia sebagai negara besar dan memiliki kekayaan khasanah kebudayaan, tidak mempunyai Undang Undang Kebudayaan. Kemudian dia bersama rekan- rekan budayawan dan wartawan budaya sharing pikiran, jadilah catatan semacam draft tentang kebudayaan. “Kami berniat memberikan masukan saja. Dipakai tidaknya itu kami serahkan kepada pemerintah dalam hal ini Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek,” kata dia.
Ketika mengetahui lahirnya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017 Pemajuan Kebudayaan, dia merasa bahagia dengan ada UU itu.”Saya kira peran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Muhadjir Effendy saat itu sangat besar dalam menggolkan UU No.5 Tahun 2017,” tegas Yusuf.
Diakuinya meski tidak begitu dekat dengan pria yang kini menjabat Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), di mata Yusuf, Prof Muhadjir Effendy adalah pribadi yang memiliki intelektual yang mumpuni namun bersahaja.”Saya beberapa kali ada bertemu dengan beliau. Ketika PWI menggelar Hari Pers Nasional di Banjarmasin 2020 menjadi pembicara. Selain bicara tentang pengakuan UNESCO Indonesia negara sebagai Adidaya Kebudayaan. Beliau juga menyampaikan pesan agar PWI meningkatkan Sumber Daya Manusia, di bidang kewartawanan,” jelas Yusuf.
Sejalan dengan passionnya dalam memajukan kebudayaan, dia berharap Prof.Muhadjir Effendy di sisa masa jabatannya melalui kebijakan memberikan perhatian kepada perkembangan kebudayaan daerah, khususnya di bidang pendanaan.”Ada dana abadi kebudayaan agar bisa didistribusikan lebih merata ke daerah-daerah,” kata Yusuf sebagai penggagas Anugerah Kebudayaan PWI, yang diberikan kepada setiap Kepala Daerah Bupati/Walikota yang mempunyai atensi kepada kemajuan budaya di daerahnya masing masing.(dd) | Foto: Google.com