BEKASI, Trenzindonesia | Satu di antara sekian kekayaan budaya Indonesia adalah Ulos, kain tenun asal dari Tapanuli, masyarakat kita kenal dengan suku atau orang Batak.
Bagi orang Batak, Ulos tidak sekedar kain sebagai hasil karya budi daya untuk penutup tubuh. Jauh dari itu Ulos yang ditenun dan dikerjakan sepenuh hati dan kedalaman jiwa itu mengandung nilai makna adiluhung orang Batak dari generasi masa lampau ke generasi sekarang.
Oleh karenanya Ulos harus ditempatkan pada tempat yang sesungguhnya. Bagaimana mendapatkan Ulos dan cara mengenakan, kepada siapa Ulos itu diberikan, dan setelah itu Ulos itu mau diapakan?
“Sekarang ini yang penting di sosialisasikan lagi dari Ulos adalah aspek filosofinya. Karena tidak memahami filosofi dari Ulos menjadi seperti kain biasa,” kata Marthalena Sinaga, Pemerhati Tenun Nusantara dan Penulis, dengan penuh semangat didorong oleh kegelisahnnya karena banyak terjadinya salah kaprah dalam memahami dan mengenakan Ulos.
“Bagaimana saya tidak gelisah dan tergelitik untuk mengurai filosofi yang ada pada Ulos, kalau ada Ulos untuk lelaki dipakai oleh perempuan, dan sebaliknya Ulos seharusnya untuk perempuan dipakai oleh lelaki. Inikan salah kaprah. Berarti mereka tidak memahami akan Ulos sesungguhnya,”imbuh Marthalena yang mempunyai puluhan Ulos berusia puluhan dan ratusan tahun.
Yang lebih memprihatinkan bagi wanita yang juga bergerak di bidang sosial yakni membantu anak-anak yang kurang mampu itu, Ulos diperlakukan seperti tidak ada nilai adiluhungnya.”Ulos diberikan kepada orang yang tidak mengerti memberlakukannya. Ada yang diberi Ulos kemudian dijualnya ke Pasar Senen, Ada lagi yang menaruhnya sembarangan digeletakkan di kursi atau meja,”kata Marthalena Sinaga dengan sengit.
Dengan situasi dan kondisi itu Marthalena Sinaga sebagai pecinta dan kolektor Ulos, mengajak rekannya Jacky Simatupang yang dikenal sebagai ekpertis dan praktisi di bidang Ulos sekaligus pelaku ekonomi keratif untuk mensosialisasikan filisofi Ulos agar masyarakat Indonesia khususnya suku Batak mengenal Ulos lebih dalam lagi. Ulos tidak lagi sebagai kain biasa tetapi mempunyai makna dalam perjalanan hidup suku Batak.
“Pada setiap Ulos memang mempunyai makna. Seperti dalam Ulos ini ada gambar orang bergandengan tangan, ada flora dan fauna kesemuanya itu menggambarkan makna dari kehidupan,” kata Jacky seraya memperlihatkan gambar yang ada pada Ulos yang dibentangkannya.
“Jadi, singkatnya di Ulos itu adanya tagline Dalihan Na Tolu, artinya tungku berkaki tiga yang saling meneguhkan dan menguatkan. Inilah the way of lifenya orang Batak,” imbuh Jacky Simatupang menyambut kegelisahan dari Marthalena Sinaga.
Dalam diskusi yang serius tapi santai di luar ruang suatu resto di kawasan Jatih Asih, perbatasan Bekasi dan Bogor itu, banyak ide yang muncul untuk kembali menegakkan benang basah yaitu menempatkan Ulos kepada tempat yang terhormat sesuai dengan apa yang diwasiatkan dan diwariskan oleh nenek moyang orang Batak. Sebuah pesan dan kesan adi luhung yang ada pada warna, ukuran, dan gambar pada Ulos.”Ada bagian belakang, bagian tengah dan bagian depan,”jelas Jacky Simatupang yang sudah banyak membuat kreasi berbagai busana dari Ulos.
Satu hal lagi yang menjadi kegelisahan Jacky Simatupang yakni belum terdaftarnya Ulos sebagai warisan budaya Indonesia ke United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).”Kita sudah harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk didaftarkan di UNESCO. Bayangkan rendang saja sudah diakui dunia, sedangkan Ulos belum terdaftar. Padahal Ulos ini sudah lebih dari tiga ratus tahun ada di Indonesia hingga sekarang,”kata Jacky Simatupang.
Namun Jacky juga menyadari untuk mendafarkan Ulos ke UNESCO banyak hal yang mesti dipersiapkan, seperti siapa penggunanya, penenunnya, bagaimana pelestariannya. Yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana pewaris dari Ulos itu.”Nah, makanya saya setuju ketika Kak Martha berbicara mengenai filosofinya dulu. Karena berangkat dari pemahaman filosofis ini kita akan mengerti bagaimana mengamasnya dan mengembangkan Ulos, agar para pewaris memahami pakemnya dulu mengenai Ulos,”jelas Jacky Simatupang.
Pada kesempatan itu Jacky Simatupang yang mengajak istrinya Ani Simanjuntak yang mengenakan busana dari Ulos.” Ini ada gambar dan aksara ini semuanya ada maknanya,”kata Jacky menjelaskan dan meyakinkan bahwa gambar dan aksara Batak yang tertulis di Ulos itu ada makna adiluhung sebagai filosofi hidup.
Aksara Batak yang tertera di busana yang dikenakannya suatu manifestasi kecintaan Ani Simanjuntak akan aksara Batak, dan dia sudah mengenalkanya beberapa tahun ini kepada kalangan generasi muda.”Tapi memang besar tantangannya dari dalam maupun dari dalam. Saya akan jalan terus mengenalkan dan mewariskan aksara Batak. Ini adalah warisan yang penting kita jaga dan lestarikan,” kata Ani Simanjuntak sambil menunjukkan salah satu karyanya dalam sebuah bingkai yang besar.
Gayungpun bersambut, oleh Marthalena Sinaga disambut baik keinginan Ani Simanjutak itu. Dan akan dihubungkan dengan temannya di Bali.”Kenapa Bali, karena dari sanalah orang dari berbagai penjuru dunia masuk,”jelas Marthalena Sinaga.(didang).