NGAWI, Trenzindonesia | Mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Unit Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta, Oesodo Hadidjojosaputro meluncurkan novel biografi “Meraih Asa Tanpa Putus Asa,” di Kota kelahirannya Ngawi, Jawa Timur, Minggu (30/4).
Peluncuran yang dikemas dalam tajuk Bedah Bincang Buku dihadiri oleh beberapa guru besar, kalangan akademisi, sastrawan, komunitas budaya dan pejabat Pemda. Dimeriahksn oleh “Dhalang Poer” pencipta lagu “Langit Mending Kutha Ngawi.”
Cermin
Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari menyampaikan testimoni bahwa buku karya Oesodo merupakan cermin yang bagus untuk berkaca, melakukan perenungan, soliloquil sekaligus pembelajaran.
“Jika ingin melihat perjuangan yang tak mengenal putus asa, jatuh bangun dalam kehidupan, inilah buku yang penting untuk dibaca,” kata Atal.
Karim Paputungan dari PWI Peduli Pusat yang hadir dalam acara itu mengemukakan bahwa, lahirnya sebuah buku adalah prestasi, bahkan mahkota bagi seorang wartawan.
Karim juga mengingatkan bahwa di samping prestasi suami terdapat istri yang hebat.
Buku tersebut terdiri dari 120 halaman dan 10 bagian. Berkisah antara lain tentang kiprah sebagai wartawan Harian Merdeka, Jakarta dari tahun 1978 sampai dengan 1990 atau 12 tahun.
Peristiwa Tanjung Priok
Dalam periode itu, Oesodo terpilih sebagai Ketua PWI Unit Jakarta Utara dan menjadi saksi mata dalam peristiwa berdarah Tanjung Priok 1984.
“Semua terekam oleh mata, telinga dan otak saya,” katanya dalam sesi tanya jawab.
Dengan semangat menggebu untuk membuat reportase, walaupun didera rasa lelah, karena semalaman tidak tidur, dia berangkat ke kantornya di Jalan Sangaji 11, Jakarta Pusat.
Namun laporan yang dia banggakan, karena eksklusif dan membuat jantungnya berdegub kencang ternyata tidak muncul di koran keesokan hari.
“Semua surat kabar dilarang memberitakan,” ujarnya.
Dunia Usaha
Oesodo kemudian terjun dalam dunia usaha dan berhasil membangun bisnis. Namun, dalam perjalanan terjadi kudeta di perusahaannya, terutama ketika dia lebih fokus mengikuti pemilihan bupati Ngawi tahun 2005.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Usahanya bankrut dan gagal pula dalam pemilihan bupati. Dia baru bisa bangkit lagi setelah berjuang sekitar 10 tahun.
Kolaborasi Jawa – Batak
Oesodo menikah dengan gadis Batak Karo Ertina Purba yang bekerja di kantor walikota Jakarta Utara setelah masa pacaran delapan tahun.
“Ini Kolaborasi antara Jawa dan Batak,” katanya terkekeh.
Istri yang telah dinikahinya selama 38 tahun menjawab guyon ketika ditanya tentang resep harmonisnya.
“Saya ini gadis Batak yang berhasil dijinakkan oleh pemuda Jawa,” tuturnya.
Suaminya diberikan marga Sembiring Meliala. Sehingga nama lengkapnya adalah Oesodo Hadidjojosaputro Sembiring Meliala. (Rel/RIM).