Tradisi Kebersamaan ala NU yang Terus Hidup dan Mengakar
Gunung Mekar, Lampung, Trenzindonesia | Dalam suasana hangat penuh kekeluargaan di Masjid Miftahul Huda, Gunung Mekar, Lampung, warga Nahdlatul Ulama (NU) kembali menghidupkan semangat Sewelasan, sebuah konsep kebersamaan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi NU sejak berdirinya pada tahun 1926.

Dipimpin oleh KH Umar Charis, acara Sewelasan kali ini bukan sekadar pertemuan religius, melainkan juga pengingat kuat akan nilai-nilai solidaritas dan gotong royong yang menjadi jantung komunitas NU. Dalam sambutannya, KH Umar menjelaskan bahwa Sewelasan bukan hanya istilah dalam bahasa Jawa yang berarti “sebelasan” atau mengacu pada angka sebelas, tetapi lebih dalam lagi, ia melambangkan ikatan persaudaraan yang kokoh dan semangat untuk saling membantu antaranggota masyarakat.
“Sejak zaman KH. Hasyim Asy’ari dan para ulama pendiri NU, prinsip kebersamaan ini sudah menjadi fondasi dalam menjaga tradisi Islam yang moderat dan toleran,” ujar KH Umar Charis.
Konsep Sewelasan hidup dalam berbagai kegiatan keagamaan dan sosial di lingkungan NU. Mulai dari pengajian, istighosah, tahlilan, fida kubro, hingga kegiatan sosial seperti membantu tetangga yang kesulitan atau bergotong royong dalam acara selametan. Semua ini dilakukan dengan semangat saling peduli dan menghargai perbedaan.
Apa yang membuat Sewelasan unik adalah inklusivitasnya. Dalam masyarakat NU, siapa pun yang membutuhkan bantuan akan dirangkul, tanpa memandang latar belakang. Ini menjadi kekuatan NU dalam membangun masyarakat yang harmonis, toleran, dan religius sekaligus terbuka terhadap realitas sosial yang beragam.
Tak hanya menjadi simbol religius, Sewelasan juga menjadi wujud pelestarian budaya Islam Nusantara. Tradisi-tradisi seperti tahlilan dan selametan yang diwariskan dari generasi ke generasi menjadi cerminan kuat dari Islam yang membumi dan dekat dengan masyarakat.
“Sewelasan bukan hanya tentang ibadah bersama, tapi tentang bagaimana kita hidup sebagai satu kesatuan. Ketika satu merasa sakit, yang lain ikut merasakan. Ini yang membuat NU tetap kuat dan dicintai umat,” tambah KH Umar dalam penutup acara. (Fjr)