HomeEdutainmentTeater Populer Dan Pentas Dag Dig Dug 2025

Teater Populer Dan Pentas Dag Dig Dug 2025

Published on

Jakarta, Trenzindonesia | Setelah sekian lama vakum, Teater Populer kembali ke panggung dengan menampilkan lakon “Dag Dig Dug“, karya dramawan ternama, Putu Wijaya.

Teater Populer Dan Pentas Dag Dig Dug 2025

Pementasan ini menjadi momen istimewa karena diarahkan oleh maestro teater sekaligus pendiri Teater Populer, Slamet Rahardjo Djarot. Berlangsung di Teater Salihara, Jakarta, pertunjukan ini dijadwalkan pada Sabtu, 25 Januari 2025, dan Minggu, 26 Januari 2025, pukul 19.00 WIB. Acara ini dipersembahkan oleh Bakti Budaya Djarum Foundation bekerja sama dengan AP Production.

Kilasan Perjalanan Teater Populer

Didirikan pada 1968 oleh Teguh Karya (almarhum) bersama-sama antara lain Slamet Rahardjo, N. Riantiarno, Tuti Indra Malaon, Sylvia Nainggolan, Dewi Savitri, Henky Solaiman, dll. Teater Populer memiliki sejarah panjang dalam menghidupkan seni pertunjukan di Indonesia. Awalnya bernama Teater Populer Hotel Indonesia, keanggotaan angkatan awal adalah para mahasiswa Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), tempat di mana Teguh Karya mengajar – ditambah sejumlah teaterawan independen. Pada saat itu, manajemen kelompok ini berada di bawah Art & Culture Department dari Hotel Indonesia.

Cita-cita awal kelompok ini adalah hendak menanamkan apresiasi teater modern pada warga Jakarta. Mereka membentuk penonton tetap, hingga mencapai sekitar 3.000 orang. Dengan sistem iuran dari para penonton itu, kelompok ini dapat mementaskan sekali sebulan selama dua tahun. Dari sini mulai terbentuk berbagai kompetensi dalam grup itu, mulai dari pemain, penata panggung, penata cahaya, penata produksi, dan seterusnya.

Kelompok kerja Teater Populer pada akhirnya memisahkan diri dari manajemen Hotel Indonesia, dan mengubah nama menjadi Teater Populer saja. Dari pementasan teater itu, medium film kemudian dipilih sebagai pengembangan bentuk kreativitas. Dimulai dengan film Wajah Seorang Laki-laki (1971), disusul dengan Cinta Pertama (1973) , Ranjang Pengantin (1974), Kawin Lari (1975), Perkawinan dalam Semusim (1976), Badai Pasti Berlalu (1977), November 1828 (1978), Usia 18 (1980), Di Balik Kelambu (1983), Doea Tanda Mata (1984) Secangkir Kopi Pahit, (1984), Ibunda (1986), Pacar Ketinggalan Kereta (1988). Seluruh film ini disutradarai oleh Teguh Karya dan nyaris semuanya memperoleh penghargaan tertinggi dalam Festival Film Indonesia, untuk berbagai aspek. Selain itu, Teater Populer juga muncul melalui berbagai pertunjukan di stasiun TVRI dan stasiun swasta lainnya.

Sebelum meninggal, Teguh Karya bersama rekan-rekannya mendirikan Yayasan Teater Populer. Adalah Slamet Rahardjo Djarot yang kemudian meneruskan kepemimpinan Teater Populer itu.

Baca Juga :

“Dag Dig Dug”: Karya Putu Wijaya yang Penuh Kehidupan

Karya Putu Wijaya dikenal penuh daya eksplorasi dengan tema absurd yang memaksa penonton merenungkan kompleksitas kehidupan. Lakon “Dag Dig Dug” (1976) menjadi salah satu dari lebih dari 40 naskah drama yang ia tulis. Ia juga menulis sedikitnya 30 novel, ratusan esai, belasan naskah sinetron dan film, dan ratusan cerita pendek.

Pria kelahiran Tabanan, Bali pada 11 April 1944 ini juga dikenal sebagai wartawan, sekaligus sutradara Teater Mandiri – yang dibentuknya sejak 1971. Putu telah memperoleh berbagai penghargaan atas karya sastra maupun skenario.Termasuk penghargaan doktor honoris causa dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Beberapa karya pria yang mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, yang menarik perhatian publik antara lain Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, dan Nyali. Sebagian karyanya telah pula diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Inggris, Rusia, Perancis, Jepang, Arab, dan Thailand.

Karya-karya Putu Wijaya sering dinilai menampilkan tema absurd atau diskonstruksi atas manusia dan kehidupannya. Beberapa yang kerap ditangkap penikmatnya adalah alur cerita yang seolah tidak jelas ujung pangkalnya dan dialog yang seperti tak menunjukkan saling memahami.

Teater Populer Dan Pentas Dag Dig Dug 2025

Naskah “Dag Dig Dug”  kembali akan dihidupkan oleh aktor-aktor kawakan seperti Donny Damara, Reza Rahadian, Niniek L. Karim, Jose Rizal Manua, Kiki Narendra, dan Onkar Sadawira, menjanjikan pengalaman panggung yang mendalam.

Slamet Rahardjo: Pilar Seni Pertunjukan Indonesia

Sebagai sutradara sekaligus aktor, Slamet Rahardjo membawa warisan panjang dari Teater Populer. Dengan karier cemerlang di dunia film dan teater, ia telah memenangkan berbagai penghargaan atas dedikasinya pada seni. Lewat “Dag Dig Dug“, ia kembali menunjukkan komitmennya untuk memajukan seni teater Indonesia.

Dilahirkan di Yogyakarta pada 21 Januari 1949, Slamet Rahardjo adalah seorang aktor, sutradara, sekaligus penulis skenario. Setamat sekolah di SMA Negeri 2 Yogyakarta, ia menempuh studi di Akademi Teater Nasional Indonesia (1968).

Slamet mengawali karirnya dengan bergabung ke dalam kelompok Teater Populer, pada 1968, pimpinan Teguh Karya, tampil melalui berbagai pentas teater dari naskah-naskah Barat. Tahun 1971, bersama kelompok Teater Populer, Slamet bermain dalam film pertamanya, Wadjah Seorang Laki-Laki. Melalui film Cinta Pertama, Slamet terpilih sebagai kategori Aktor Terbaik dalam ajang Aktor-Aktris Terbaik PWI pada 1974. Namun penampilannya yang mengesankan dan paling dipuji adalah dalam film drama Ranjang Pengantin (1974) dan Di Balik Kelambu (1983), di mana ia juga meraih gelar Aktor Terbaik pada FFI.

Slamet juga menjadi salah satu sineas yang paling banyak dinominasikan dalam Festival Film Indonesia. Sebagai sutradara film, ia meraih gelar terbaik melalui film Kembang Kertas (1985) dan Kodrat (1986). Ia juga menyutradarai sejumlah film, pementasan teater, dan sinetron – di samping menulis skenario.

Sekilas tentang NINIEK L. KARIM

Nama lengkapnya adalah Sri Rochani Soesetio Karim, lahir pada 14 Januari 1949. Nama Niniek L. Karim diberikan oleh mendiang Teguh Karya. Sutradara teater tersebut mengajak Niniek bergabung bersama Teater Populer ketika menyaksikan aktingnya pada tahun 1970-an dalam sebuah festival teater antarkampus, yang diadakan di Taman Ismail Marzuki.

Niniek kemudian terlibat dalam beberapa pentas Teater Populer di panggung maupun di stasiun televisi. Selain berkiprah di dunia akting, Niniek juga seorang dosen di Fakultas Psikologi UI, Jurusan Psikologi Sosial. Kemampuan aktingnya ditunjukkan melalui film Ibunda (1986) dan Pacar Ketinggalan Kereta, (1988) – keduanya disutradarai Teguh Karya – di mana ia mendapat penghargaan sebagai Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik, Festival Film Indonesia. Dalam sinetron televisi, ia juga tampil memukau lewat drama Pulang, sutradara Teguh Karya (1987).

Sekilas tentang JOSE RIZAL MANUA

Jose Rizal Manua, kelahiran Padang, 14 September 1954, mengenyam pendidikan seni di Institut Kesenian Jakarta dan Institut Seni Indonesia, Surakarta. Ia dikenal sebagai pelatih akting dan seorang yang intens mengasuh teater untuk anak-anak. Namun lebih dari itu, Jose tampaknya adalah aktor serbabisa. Ia memerankan bermacam karakter di berbagai grup, mulai dari Teater Mandiri (Putu Wijaya), Bengkel Teater (Rendra), sampai ke Teater Populer (Teguh Karya).

Jose juga seorang deklamator ulung, yang selalu dramatis dan unik dalam membacakan karya puisi. Lebih dari itu, ia juga seorang pengasuh setia Teater Tanah Air, yang membina anak-anak bermain teater. Di tangan Jose Rizal lah, karakter Cokro, seorang pembantu rumah tangga, yang selalu “ditindas” oleh majikannya, muncul dan mencuat. Orang Minang ini secara plastis berubah menjadi orang Jawa yang selalu tunduk pada majikan, namun yang pada gilirannya akan menjadi sosok yang penting di akhir cerita.

Sekilas tentang REZA RAHADIAN

Reza Rahadian Matulessy, lahir pada 5 Maret 1987 memulai kariernya di layar lebar sebagai figuran dalam serial Bidadari (2003). Selain itu ia juga berkiprah sebagai model, setelah meraih kemenangan kategori favorit dalam ajang yang diselenggarakan majalah remaja Aneka.

Adalah sutradara Hanung Bramantyo yang mengajaknya berperan dalam film Perempuan Berkalung Sorban (2009). Lewat film inilah ia mendapat penghargaan Pemeran Pendukung Pria Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI). Gelar sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik didapatnya dari film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) (2010).

Reza Rahadian dikenal atas kesungguhannya dalam mempersiapkan peranan. Misalnya, ketika bermain di Brokenhearts (2012), ia menyusutkan badannya 10 kg demi memerankan penderita anoreksia nervosa. Sebagai Habibie dalam Habibie & Ainun (2012) ia mempelajari gestur dan cara bicara Presiden Habibie secara mendalam hingga nyaris sempurna. Lewat film itu ia mendapat penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik, FFI 2013. Gelar serupa kembali diperolehnya lewat My Stupid Boss (2016).

Selain di film, Reza juga berakting dalam pentas teater. Satu di antaranya adalah di tahun 2016, ia tampil dalam pentas Bunga Penutup Abad – sebuah naskah adaptasi dari novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer.

Sekilas tentang DONNY DAMARA

Damara Prasadhana, lahir pada 12 Oktober 1966, lebih dikenal dengan nama Donny Damara. Ia memulai karirnya sebagai model untuk iklan pada 1978. Dari dunia modelling, ia kemudian beraksi di layar putih – sejak 1988 hingga sekarang. Pernah mendapat nominasi sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik pada FFI 1991 lewat film Perwira dan Ksatria. Pada 2012, Donny menyabet penghargaan Aktor Terbaik dalam Festival Film Asia melalui film Lovely Man (2012).

Sering mendapat nominasi untuk berbagai kategori dalam sejumlah festival film, Donny juga tampil di serial televisi. Lulusan Jurusan Ilmu Politik FISIP UI ini mengaku merasa mendapat kesempatan emas ketika ikut dalam pementasan Dag Dig Dug yang diadakan Teater Populer, karena dua alasan. Pertama, karena sebagai pengagum karya-karya Putu Wijaya, ia akhirnya berkesempatan ikut dalam mementaskan lakon dramawan itu. Kedua, mendapat kesempatan bekerja sama dengan maestro teater Slamet Rahardjo Djarot.

Selama latihan-latihan yang diadakan di Sanggar Teater Populer, tidak jarang Donny datang, meskipun tidak ada latihan. “Saya berbincang dengan Mas Slamet saja, sudah banyak dapat pengetahuan,” katanya. Selama proses latihan itu, ia merasa terus menerus menjadi nol, dalam pengertian untuk terus memperbaiki karakter yang dimainkannya.

Sekilas tentang KIKI NARENDRA

Kiki Narendra lahir pada 28 Juni 1979, mengawali karier di dunia akting dengan membintangi film Tampan Tailor. Sebelumnya, lulusan SMA Negeri 4 Surakarta yang kemudian melanjutkan kuliah Ilmu Komunikasi di Universitas Merdeka Malang ini ikut workshop akting yang diadakan di Teater Populer, yang kemudian membawanya terus belajar di Teater Populer sampai 2015 di bawah bimbingan Slamet Rahardjo.

Pada Festival Film Indonesia tahun 2020, ia dinominasikan sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik lewat fim Perempuan Tanah Jahanam (2019). Dalam lakon Dag Dig Dug yang dipentaskan oleh Teater Populer ini, ia berperan sebagai Ibrahim, penjual marmer untuk kuburan, sosok di antara keributan-keributan kecil yang mewarnai kehidupan pasangan lanjut usia, Hartati dan Salamun.

Sekilas tentang ONKAR SADAWIRA

Menyelesaikan kuliah di London School of Public Relation pada 2011, Onkar Sadawira – kelahiran Jakarta, 12 Juli 1989 ini – lebih tertarik menggeluti dunia seni peran ketimbang pekerjaan kehumasan. Ia pernah manggung dalam pentas Tribute for Didi Petet di Gedung Kesenian Jakarta (2015). Ikut bersama Pegho Teater, ia juga tampil di Galeri Indonesia Kaya (2016). Bersama Teater Populer – tempat di mana ia ikut kelas pelatihan akting – Onkar bergabung dalam pementasan Suara-Suara Mati karya Manuel van Loggem (2016).

Pementasan berikut yang diikutinya adalah The Make Up bersama Teater Pegho di Taman Ismail Marzuki dan di Taman Budaya Yogyakarta (2024). Sebelumnya, bersama grup teater kampus, Onkar juga tampil dalam lakon berjudul Suara Areta. Diakuinya, keikutsertaannya di Teater Populer dalam lakon Dag Dig Dug ini, sempat membuatnya ragu demi melihat lawan mainnya, yang dianggapnya sudah sangat berpengalaman. Ia bahkan semula memilih menjadi kru panggung saja.. Namun berkat kepercayaan diri yang ditanamkan sutradara Slamet Rahardjo, peran sebagai tokoh Tobing itu pun dihadapinya sebagai tantangan akting.

(PR/Fjr) | Foto: Istimewa

Latest articles

MAGMA Entertainment & Rapi Film Rilis Teaser Trailer “Qodrat 2”, Lebih Mencekam & Penuh Aksi

Jakarta, Trenzindonesia.com | MAGMA Entertainment dan Rapi Film resmi merilis teaser trailer Qodrat 2,...

Dica Melo Resmi Jadi Artist Endorsement Ludwig Indonesia

Drummer Cilik Berbakat Bekasi, Trenzindonesia | Bekasi kembali melahirkan talenta luar biasa di dunia musik!...

Ari Jamasari Pemeran Kang Gobang Preman Pensiun Tutup Usia

Bandung, Trenzindonesia | Kabar duka datang dari dunia hiburan Tanah Air. Ari Jamasari, aktor...

BIAN Gindas Rayakan Satu Dekade dengan CINTA ANGKA SATU

Jakarta, Trenzindonesia | Memasuki tahun 2025, grup musik BIAN Gindas kembali menghadirkan karya terbaru...

More like this

MAGMA Entertainment & Rapi Film Rilis Teaser Trailer “Qodrat 2”, Lebih Mencekam & Penuh Aksi

Jakarta, Trenzindonesia.com | MAGMA Entertainment dan Rapi Film resmi merilis teaser trailer Qodrat 2,...

Dica Melo Resmi Jadi Artist Endorsement Ludwig Indonesia

Drummer Cilik Berbakat Bekasi, Trenzindonesia | Bekasi kembali melahirkan talenta luar biasa di dunia musik!...

Ari Jamasari Pemeran Kang Gobang Preman Pensiun Tutup Usia

Bandung, Trenzindonesia | Kabar duka datang dari dunia hiburan Tanah Air. Ari Jamasari, aktor...