Nyanyi Sunyi Dalam Rantang – International Film Festival Rotterdam (IFFR) ke-54
Jakarta, Trenzindonesia | Sutradara visioner Garin Nugroho kembali mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.

Film terbarunya, Nyanyi Sunyi Dalam Rantang, resmi tayang perdana dalam program Harbour di ajang prestisius International Film Festival Rotterdam (IFFR) ke-54.
Garin bukanlah nama baru di festival ini. Sebelumnya, beberapa karyanya seperti Daun di Atas Bantal, Opera Jawa, dan Puisi Cinta yang Membunuh juga pernah mendapat tempat di IFFR. Kini, melalui Nyanyi Sunyi Dalam Rantang, Garin kembali mengangkat isu sosial yang tajam dan menggugah.

Terinspirasi dari kisah nyata, Nyanyi Sunyi Dalam Rantang mengisahkan perjuangan seorang pengacara muda bernama Puspa (diperankan oleh Della Dartyan) yang menghadapi kasus-kasus hukum di sebuah kota kabupaten. Namun, perjuangannya menemukan keadilan tak berjalan mudah, karena sistem peradilan yang sering kali tidak berpihak kepada rakyat kecil. Film ini menggambarkan betapa peliknya hukum di Indonesia dan bagaimana rakyat biasa harus berjuang untuk mendapatkan keadilan.
Diproduksi oleh Stranas PK (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi) bekerja sama dengan Garin Workshop dan Padi Padi Creative, film ini hadir sebagai lebih dari sekadar hiburan. Nyanyi Sunyi Dalam Rantang berfungsi sebagai bentuk pendidikan politik, mengajak masyarakat untuk lebih kritis terhadap sistem peradilan di Indonesia.

Garin Nugroho menegaskan pentingnya film sebagai media yang terbuka dan kritis. “Film sebagai karya yang terbuka dan dituturkan secara personal akan selalu mendapat tempat di festival film dunia, terlebih karena film ini memiliki keberpihakan pada masyarakat.” ujar Garin.
Film Indonesia Semakin Bersinar di IFFR 2025
Nyanyi Sunyi Dalam Rantang menjadi bagian dari keberagaman film Indonesia yang bersinar di IFFR 2025. Selain film ini, beberapa film Indonesia lainnya juga masuk dalam seleksi festival, seperti “Gowok” karya Hanung Bramantyo, “Perang Kota” karya Mouly Surya, dan “Midnight In Bali” karya Razka Robby Ertanto.
Film ini dikemas dalam perpaduan drama, investigasi, dan satir yang tajam. Seperti yang dikutip dari laman media sosial Stefan Borsos (Programmer IFFR):

“Dengan gaya yang sederhana, film ini menginvestigasi sistem peradilan Indonesia melalui kombinasi melodrama dan humor hitam yang tajam, membuat ketidakadilan yang dialami karakter-karakter dalam film terasa hampir tak tertahankan. Selain itu, terdapat pula referensi kuat terhadap peristiwa 1965 yang menimbulkan pertanyaan tentang kesinambungan sejarah yang mengusik.” (Da_Bon/Fjr) | Foto: Istimewa