Konser Ebiet G Ade
Jakarta, Trenzindonesia.com | Malam di panggung Senandung Emas itu menjadi saksi bagaimana musik mampu menjembatani lintas generasi. Ebiet G. Ade, sang legenda musik Indonesia, berdiri tenang di bawah sorot lampu, menyanyikan bait demi bait yang seketika membawa penonton pulang ke lorong kenangan. Konser Harmoni Zaman pun menjelma menjadi lebih dari sekadar hiburan—ia adalah perayaan perjalanan panjang karya yang tak lekang oleh waktu.
Digelar melalui kolaborasi Kementerian Kebudayaan, Yayasan Nusantara Emas, dan Senandung Nusantara, konser ini memanjakan ratusan penonton dengan 13 lagu pilihan, mulai dari yang akrab di telinga generasi 80-an hingga yang kembali menemukan relevansi di hati pendengar muda masa kini.
“Ini pertama kali saya bernyanyi di acara seperti ini, dan sangat berkesan,” ujar Ebiet G. Ade, menegaskan ketenangan sekaligus kehangatan khasnya.
Dari keluarga, untuk penggemar setia
Di balik panggung, konser Harmoni Zaman lahir dari gagasan keluarga terdekat Ebiet. Adik ipar dan sang istri, Yayu Sugianto, menjadi motor penggerak yang merangkai pertemuan kembali antara sang musisi dan para penggemarnya. “Kami ingin membuat malam ini menjadi pertemuan kembali yang penuh makna,” kata Yayu, yang tak hanya merancang konsep, tapi juga memastikan suasana konser menjadi akrab dan personal.
Nostalgia yang diperkaya cerita
Tak hanya suguhan musik, Harmoni Zaman juga menghadirkan arsip, dokumentasi, dan dialog budaya yang merekam jejak Ebiet di dunia musik Indonesia. Setiap lagu disertai kisah di balik proses kreatifnya, menciptakan pengalaman yang hangat, reflektif, dan mengajak penonton mengenal lebih dalam sang legenda.
Ketundukan pada kehendak Tuhan
Kini di usia matang, Ebiet mengaku tak lagi berbicara tentang target atau ambisi. “Saya hanya mengikuti kehendak Tuhan,” ucapnya singkat, mencerminkan rasa syukur mendalam atas perjalanan yang telah ia tempuh.
Legenda yang tak pernah pudar
Sejak lagu pertama mengalun hingga penutup, penonton larut dalam nyanyian bersama. Sorak dan tepuk tangan menjadi bukti bahwa karya Ebiet G. Ade masih memegang tempat istimewa di hati penikmat musik Indonesia.
Konser ditutup dengan “Aku Ingin Pulang”, lagu yang memuat tema perjalanan, kehilangan, dan harapan—benang merah dari pesan yang telah ia sampaikan selama puluhan tahun. Saat lampu panggung meredup, suasana hening tercipta, seakan memberi ruang bagi penonton untuk merenung bahwa meski waktu berjalan, musik yang lahir dari hati akan selalu menemukan jalan pulang.
