Tim Penari Global Islamic School yang akan Tampil di Daegu Festival 2025
Tangerang, Trenzindonesia.com | Sebuah kebanggaan bagi Indonesia! Sekelompok pelajar berbakat dari Global Islamic School (GIS) 2 Serpong siap memukau penonton internasional di “Powerful Daegu Festival 2025”, Korea Selatan. Dengan membawakan tari kreasi berbasis tradisi Batak Toba, mereka tak hanya menunjukkan keindahan seni Nusantara, tetapi juga memperkuat diplomasi budaya di mata dunia.
Misi Budaya dan Pendidikan di Kancah Global

Dalam program International Exposure, para pelajar GIS 2 Serpong akan tampil di Daegu pada 10-13 Mei 2025. Acara ini bukan sekadar pertunjukan biasa, melainkan bagian dari visi besar membentuk generasi yang tangguh, berakhlak, dan siap bersaing di tingkat global.
Dra. Ida Halya Balfas, Direktur Akademik GIS 2 Serpong, menjelaskan bahwa misi ini mencakup lebih dari sekadar pertukaran budaya. “Ini tentang menanamkan nilai kepemimpinan, kecintaan pada tanah air, dan tanggung jawab sebagai warga global. Kami ingin siswa tidak hanya cerdas akademis, tetapi juga kuat secara emosional dan spiritual,” ujarnya.
Kolaborasi dengan Color of Indonesia: Seni Sebagai Alat Diplomasi

Vivi Sandra Putri, Ketua Umum Yayasan Warna Budaya Indonesia (Color of Indonesia), menyebut bahwa keikutsertaan delegasi GIS 2 merupakan hasil undangan langsung dari Daegu Foundation of Culture and Arts. “Ini kehormatan besar bagi Indonesia. Seni adalah jembatan budaya yang mampu mempersatukan berbagai bangsa,” tegasnya.
Daegu, sebagai salah satu kota kreatif UNESCO, dikenal dengan berbagai festival seni seperti Daegu International Music Festival (DIMF) dan Daegu Lantern Festival. Kehadiran delegasi Indonesia diharapkan dapat memperkaya khazanah budaya festival tersebut.
“Sipitu Cawan”: Filosofi Batak Toba yang Mendunia

Delegasi GIS 2 akan menampilkan tari kreasi “Cawan”, yang terinspirasi dari Tari Sipitu Cawan—sebuah warisan budaya Batak Toba yang sarat makna. Sabrina Salawati Daud, instruktur tari, menjelaskan bahwa tarian ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan simbol penyucian diri, penghormatan leluhur, dan persatuan.
“Setiap gerakan mengandung filosofi mendalam, mulai dari menjaga keseimbangan alam hingga mencerminkan keberanian,” ungkap Sabrina.
Inklusivitas dan Pendidikan Karakter Melalui Seni

Selain unjuk kebolehan di panggung internasional, GIS 2 dan Color of Indonesia berkomitmen menciptakan ruang inklusif di mana seni menjadi media pendidikan karakter. “Kami ingin setiap anak merasa dihargai dan mampu mengekspresikan diri melalui budaya,” tambah Ida Halya Balfas.
Harapannya, partisipasi ini tak hanya memperluas wawasan siswa, tetapi juga memupuk rasa cinta terhadap budaya Indonesia sekaligus membuka peluang kolaborasi global di masa depan.
Dengan semangat “Rahmatan Lil’Alamin”, delegasi GIS 2 siap menjadi duta budaya Indonesia di Korea Selatan. Siapakah yang akan menyangka bahwa gerakan tari tradisional bisa menjadi bahasa universal yang menyatukan dunia?. (***)