JAKARTA, Trenzindonesia | Siapa yang tak mengenal The Rollies? Grup musik legendaris ini masih eksis di panggung musik tanah air, menunjukkan bahwa mereka masih memiliki daya tarik yang kuat.
Dalam industri musik yang terus berkembang, The Rollies tetap tegar dan menghibur dengan penampilan yang menggetarkan.
The Rollies dikenal sebagai salah satu grup musik legenda yang membawa kharisma dan aura khusus pada zamannya. Namanya terukir dalam sejarah musik Indonesia sebagai sebuah band brass dengan nuansa Jazz Rock yang juga mencakup elemen pop dan funk. Dalam kelompok ini, terdapat seorang nama yang tak tergantikan, yaitu Oetje F. Tekol.
Oetje F Tekol, atau Frank Tekol yang lahir pada 22 Maret 1949, adalah musisi terkemuka dalam jagad musik Indonesia. Namanya mencuat ketika ia menjadi bagian dari The Rollies, grup band legendaris asal Bandung yang meraih popularitas besar. Sebelumnya, Oetje memulai perjalanan kariernya sebagai pemain gitar melodi dalam grup band bernama Risnada pada tahun 1963 hingga 1967. Kemudian, ia bergabung dengan Players (1967-1968) dan Diablo (1968-1972) sebagai penabuh drum. Pada tahun 1973, Oetje memutuskan beralih menjadi pemain bass untuk The Rollies, menggantikan Deddy Stanzah.
Sebagai pemain bass, Oetje memiliki peran yang sangat signifikan dalam menciptakan warna musik khas The Rollies. Dengan suara bassnya yang unik, ia berhasil mempengaruhi gaya dan identitas musik grup ini.
Meskipun perjalanan panjang telah membawa sebagian besar personil The Rollies pergi, Oetje F Tekol tetap menjadi salah satu pilar utama kelompok ini.
“The Rollies masih ada. Hanya Personilnya saja yang gantiin temen yang udah meninggal, “ ujar Oetje memulai pembicaraanya dengan trenzIndonesia com.

“Personal lamanya sudah banyak yang meninggal dunia, Sedangkan pemain lama, yang masih tersisa adalah Oetje F Tekol, Didiet Maruto, Jimmie Manopo dan Wawan Tagalosh (trombone )” tambah Oetje dengan nada sedih.
Tidak seperti band pop lain di masa itu, seperti Koes Plus, Mercys, Panbers, dan D’lloyd, mereka memiliki gaya musik dan lagu yang berbeda. begitu juga dengan kelompok musik seperti Rollies, God Bless, SAS, Rhapsodya, dan Barong Band.
Oetje pun dengan semangat mengatakan, “Dan itu sangat ketahuan dari musik dan lagunya, kalau mereka itu siapa.”
Oetje juga berbicara tentang tekad mereka untuk mempertahankan integritas musik, “The Rollies, dan mungkin juga grup band lain, pernah diajak menuruti selera pasar (produser), tetapi kami selalu menolak. Karena kami ingin tetap menghadirkan ciri khas The Rollies.”
Kejayaan The Rollies, dengan personalnya yang melejitkan namanya diblantika musik nasional bahkan internasional, lewat punggawanya seperti Delly, Gito, Benny, Oetje, Bonni, Dedy, Iskandar, Iwan, Jimmy, adalah supergroup yang saat itu tidak ada duanya.
Karya-karya The Rollies, seperti Salam Terakhir, Hari Hari, Kemarau, Bimbi, dan Astuti, memiliki daya tarik dan pesan yang tak tergantikan. Gaya mereka sebagai grup musik brass dengan warna unik berhasil menciptakan prestasi yang tak tertandingi.
Oetje F Tekol, yang juga aktif dalam menciptakan lagu, membagikan insightnya tentang proses kreatif, Lagu ‘Kemarau‘ dan ‘Hari Hari‘ adalah karya saya yang paling berkesan. Saya telah menciptakan lebih dari 100 lagu, termasuk lagu baru yang baru saja dirilis dengan judul ‘Sampai Nafas Terhenti‘.”
“Gw masih bikin lagu-lagi sih, abis hobby bro hehe” kata Oetje menutup pembicaraanya.
Kehadiran The Rollies adalah bukti bahwa musik abadi tak kenal waktu. Karya-karya mereka masih tetap relevan dan menghibur hingga saat ini. Mari kita nantikan terus perjalanan The Rollies dalam industri musik Indonesia. (Dandung / Fajar)