Adi KLA Projeck : ATLAS, Bukan Tukang Palak
Jakarta, Trenzindonesia | Dalam upaya terus berinovasi dan mendukung pencipta lagu serta musisi di Indonesia, Wahana Musik Indonesia (WAMI) resmi meluncurkan aplikasi terbarunya yang diberi nama ATLAS.
Aplikasi ini hadir sebagai terobosan penting di dunia musik Indonesia, dengan tujuan untuk mempermudah proses pengelolaan hak cipta, distribusi royalti, serta meningkatkan transparansi dalam pengelolaan data bagi para pencipta lagu.
Hak cipta musik sering kali menjadi isu yang kompleks dan berbelit, terutama dalam hal pendistribusian royalti dan pengelolaan data lagu. Menyadari hal ini, WAMI merancang ATLAS untuk memberikan solusi yang lebih mudah dan efisien bagi para pencipta lagu yang selama ini mengalami kesulitan dalam memantau hak mereka. Melalui aplikasi ini, pencipta lagu dapat mengakses data hak cipta mereka secara digital kapan saja dan di mana saja.
Ketua Badan Pengurus WAMI, Adi Adrian, dalam peluncurannya di Jakarta pada Jumat (10/10), menekankan bahwa aplikasi ATLAS diharapkan dapat menyederhanakan proses pengelolaan hak cipta, yang selama ini diwarnai ketidakjelasan data dan kendala teknis lainnya. “Kami menyadari ada banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait data dan perubahan dalam pengelolaan hak cipta musik. Melalui aplikasi ini, para pencipta lagu dapat lebih mudah melihat informasi terkait hak mereka,” ujar Adi.
Salah satu fitur unggulan ATLAS adalah kemampuannya untuk memantau distribusi royalti secara lebih transparan, sehingga pencipta lagu dapat memastikan hak-hak mereka terlindungi dengan baik.
WAMI juga mengakui bahwa migrasi data dan penyesuaian sistem dari platform lama ke aplikasi ATLAS merupakan bagian penting dari proses ini. Meskipun mungkin membutuhkan waktu untuk menyempurnakan data yang ada, WAMI optimis bahwa sistem baru ini akan semakin mempercepat distribusi royalti di masa mendatang.
“Awalnya kita pakai sistem namanya DIVA dari Hongkong. Sekarang ke ATLAS. Ini kan migrasi, datanya tentu ada beberapa hal yang harus di-adjust segala macam. Kemarin distribusi digital sudah memakai ATLAS,” jelas Adi, yang didampingi oleh beberapa anggota pengurus WAMI, termasuk Syafia Wardhana, Makki O Parikesit, dan Suseno.
Selama tahun 2023, WAMI telah mendistribusikan royalti kepada para pencipta lagu secara berkala dengan total mencapai Rp173 miliar. Meski jumlah ini sudah signifikan, Adi menyatakan bahwa distribusi royalti ini masih bisa ditingkatkan.
“Ada tiga kategori yang kita distribusikan, yaitu digital, non-digital, dan konser. Distribusi digital dilakukan dua kali setahun, sementara non-digital satu kali, dan konser bisa sampai tiga kali setahun,” terang Adi, yang juga dikenal sebagai keyboardis dari band KLA Project.
Tantangan Pembayaran Royalti di Indonesia
Selain memperbaiki sistem pengelolaan hak cipta, WAMI juga terus mengajak pihak-pihak yang menggunakan lagu untuk membayar royalti sesuai hukum. Adi menekankan pentingnya kesadaran dari para pengguna lagu seperti restoran, hotel, dan tempat komersial lainnya untuk membayar royalti.
“Masih banyak yang tidak mau bayar royalti. Intinya adalah taat hukum. Kami di WAMI ini bukan tukang palak. Kami ingin para user sadar bahwa menggunakan lagu berarti harus menghormati hak para pencipta lagu dengan membayar royalti,” tegasnya.
Peluncuran aplikasi ATLAS menjadi bagian dari komitmen WAMI untuk terus berinovasi dan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan pencipta lagu serta pelaku industri musik di Indonesia. WAMI berharap aplikasi ini dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah birokrasi hak cipta yang selama ini banyak dikeluhkan oleh musisi.
Pada kesempatan ini, WAMI juga mengumumkan bahwa distribusi royalti melalui aplikasi ATLAS dijadwalkan akan berlangsung pada November mendatang, dengan target untuk mempercepat proses distribusi digital dan meningkatkan aksesibilitas informasi royalti bagi pencipta lagu. (Da_Bon/Fjr) | Foto: Istimewa