Jakarta, Trenzindonesia | Setelah lama tak terdengar kabarnya, mantan bintang bulutangkis putri Indonesia, Eny Erlangga, ternyata telah menghabiskan 19 tahun terakhir sebagai pelatih bulutangkis di Brunei Darussalam.
Atlet kelahiran Boyolali, 2 April 1981, ini mengungkapkan bahwa pengalamannya melatih di Brunei, baik untuk tim nasional maupun pelatihan individu, memberikan banyak tantangan dan kepuasan tersendiri.
“Tak terasa sudah 19 tahun saya melatih di sini. Banyak pengalaman seru, karena selain melatih untuk tim nasional, saya juga menangani pelatihan secara individu,” ujar Eny dalam sebuah wawancara jarak jauh.

Eny Erlangga pernah menjadi andalan bulutangkis putri Indonesia pada era 90-an dan awal 2000-an. Prestasinya di dunia bulutangkis internasional cukup gemilang. Pada 1999, Eny bersama pasangannya Hendri Kurniawan Saputra berhasil meraih medali emas di Kejuaraan Badminton Junior Asia di Yangon, Myanmar, dengan mengalahkan pasangan dari China, Xie Zhongbo dan Zhang Jiewen. Prestasi tersebut menjadi bukti kemampuan Eny yang luar biasa di kancah bulutangkis Asia.
Tak hanya itu, Eny juga berperan penting dalam kesuksesan tim bulutangkis wanita Indonesia meraih medali emas pada SEA Games 2001 di Malaysia. Di tahun yang sama, ia bersama Jo Novita menyabet gelar juara di nomor ganda wanita pada Thailand Open 2001.
Meski saat ini lebih banyak berkarier sebagai pelatih di luar negeri, kecintaannya pada bulutangkis sudah tertanam sejak kecil. Eny kecil sering ikut sang ayah, Irfani, yang gemar bermain bulutangkis bersama rekan-rekannya. Dari sana, kecintaannya terhadap olahraga ini tumbuh dan ia kemudian bergabung dengan klub bulutangkis di Jawa Tengah.
Demi mengejar impiannya menjadi atlet profesional, Eny hijrah ke Jakarta dan bergabung dengan beberapa klub ternama, seperti Pelita Bakrie dan Jaya Raya. Kesuksesannya di tingkat nasional dan internasional membawanya ke Pelatnas, di mana ia aktif dari 1999 hingga 2004.
Namun, seperti banyak atlet lainnya, Eny juga harus menghadapi kerasnya persaingan di dunia bulutangkis. Ketatnya kompetisi dan munculnya talenta-talenta baru membuat beberapa atlet memilih untuk beralih menjadi pelatih. Eny pun tak terkecuali. Pada 2005, ia memutuskan untuk mencoba tantangan baru sebagai pelatih di Brunei Darussalam.

“Saya merasa ini adalah dunia saya. Kadang memang ada rasa jenuh, tapi saya mencintai apa yang saya lakukan,” tutur Eny. Meski sudah hampir dua dekade di Brunei, Eny masih menyimpan harapan untuk suatu hari kembali ke kampung halamannya di Boyolali, dan melatih generasi muda yang berbakat di sana.
“Saya ingin melatih anak-anak yang ingin serius berkarier sebagai pemain bulutangkis profesional, tapi mungkin saya akan bertahan beberapa tahun lagi di luar negeri sebelum akhirnya pulang,” tutupnya. (Da-Bon/Fjr) | Foto: Istimewa