Jakarta, Trenzindonesia | Tim Bantuan Hukum Indonesia Police Watch (IPW) mengajukan pengaduan masyarakat (dumas) kepada Kabareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada, terkait dugaan pemaksaan membuka jilbab terhadap Dwi Rizki Nur’aini oleh oknum pengurus Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), PT dan istrinya VC.
Pemaksaan tersebut terjadi pada 23 Oktober 2023, yang mengakibatkan Rizki Nur’aini mengalami trauma psikis, sebagaimana dibuktikan melalui hasil pemeriksaan psikologi di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Trauma yang dialami Rizki semakin parah setelah dirinya bersama mantan rekan kerjanya, Amanda Lestari Angelia Kalangit, dilaporkan oleh YCAB ke Polres Metro Jakarta Barat dengan dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan berdasarkan Pasal 372, 374, dan 378 KUHP.
Kondisi trauma ini mendorong Rizki Nur’aini melaporkan kasusnya kepada IPW, yang kemudian memberikan bantuan hukum melalui Advokat M. Pilipus Tarigan SH. MH dan Arianto Hulu SH. Sebagai langkah awal, Tim Bantuan Hukum IPW mengirimkan surat pengaduan bernomor 132/SK-IPW/V/2024 pada 16 Mei 2024 kepada Kabareskrim. Surat tersebut juga ditembuskan ke Irwasum Polri, Kadiv Propam Polri, dan Karo Wassidik Bareskrim Polri.
Peristiwa pemaksaan ini terjadi pada 23 Oktober 2023, bermula ketika Dwi Rizki Nur’aini, yang sudah tidak lagi bekerja di YCAB karena kontraknya habis, dipaksa datang ke kantor dengan dijemput oleh supir VC. Setibanya di kantor, Rizki disambut oleh anggota Brimob yang berjaga. Rizki kemudian digiring ke lantai lima, di mana ia dihadapkan dengan VC (CEO dan Founder YCAB), PTi (Dewan Pembina YCAB), dan D (HRD/HC YCAB). Di sana, Rizki dipaksa membuka jilbabnya dan difoto oleh VC, yang menyebabkan depresi dan trauma karena membuka aurat di hadapan bukan mukhrimnya. Dalih pemaksaan tersebut adalah agar Rizki bisa dikenali jika kabur.
Selain itu, PT dan VC memaksa Rizki mengakui penyalahgunaan dana perusahaan tanpa bukti yang jelas. Padahal, Rizki tidak pernah melakukannya saat masih bekerja di YCAB tanpa pihak pengurus menunjukkan bukti-bukti penggelapan yang dilakukannya. Dalam kondisi yang sudah lemah dan depresi, Rizki diintimidasi dengan cara dibentak-bentak, dan diminta memberikan rekening koran miliknya dan suaminya.
Dengan adanya intimidasi, tekanan dan psikis yang tidak stabil, Rizki Nur’aini akhirnya menuliskan dengan tangan poin-poin penyalahgunaan anggaran yang didektekan oleh J (karyawan YCAB) soal program Asah Digital secara sepihak.
Dalam pengaduan tersebut, Tim Bantuan Hukum IPW menilai pemaksaan membuka jilbab yang kemudian memfoto Rizki Nur’aini tersebut merupakan perbuatan perendahan atas martabat agama dan keyakinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 156a KUHP. isinya: dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Sementara dalam hubungan antara atasan dan bawahan, perbuatan membuka jilbab merupakan perbuatan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana yang diatur dalam pasal 45 ayat 1 UU 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Disebutkan dalam pasal itu: “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000 (sembilan juta).
Sedang perbuatan intimidasi dengan memaksa membuka jilbab, memaksa menandatangani dan juga adanya anggota Brimob di kantor YCAB yang menyebabkan psikologis Rizki tertekan oleh ulah PT dan istrinya VC tersebut telah melanggar pasal 351 KUHP jo. pasal 352 KUHP.
Oleh karena itu, melalui program Polri Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, IPW yakin Kabareskrim Komjen Wahyu Widada akan mengusut kasus ini secara cepat dan tuntas. Lantaran, hal ini sebagai bagian dari pelayanan prima yang dilakukan pihak kepolisian terhadap pengaduan masyarakat. (PR/Da_Bon)