Direktur Kewaspadaan Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), Nita Yulianis
Jakarta, Trenzindonesia.com | Perubahan iklim kini bukan lagi isu lingkungan semata, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi ketahanan pangan nasional. Pergeseran pola musim, meningkatnya curah hujan, hingga bencana hidrometeorologi diprediksi memengaruhi ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan masyarakat Indonesia.
Direktur Kewaspadaan Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), Nita Yulianis, menegaskan pentingnya integrasi data iklim dalam menjaga stabilitas pangan nasional. Hal itu ia sampaikan dalam National Climate User Forum (NCUF) Prediksi Musim Hujan 2025/2026 yang digelar secara daring, Selasa (23/9/2025).
“Iklim memiliki potensi besar memengaruhi situasi pangan kita. Karena itu, analisis Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi (SKPG) harus senantiasa diperkuat dengan data iklim agar intervensi yang dilakukan lebih akurat,” kata Nita.
Sistem SKPG: Memetakan Risiko Pangan Berbasis Iklim
SKPG yang diatur melalui Peraturan NFA Nomor 16 Tahun 2022 berfungsi sebagai early warning system untuk mengantisipasi potensi kerawanan pangan. Hasil analisis SKPG dibagi dalam tiga kategori: aman, waspada, dan rentan. Kategori ini kemudian dipadukan dengan status data iklim yang ditandai empat warna: hijau (aman), kuning (waspada), jingga (siaga), dan merah (awas).
Data per Agustus 2025 menunjukkan:
- 15 provinsi (39,47%) berstatus aman,
- 20 provinsi (52,63%) waspada,
- 3 provinsi (7,90%) rentan.
Sementara itu, dari sisi iklim, 1 provinsi berstatus awas, 24 provinsi siaga, 11 provinsi waspada, dan 2 provinsi aman.
Sejumlah daerah mulai bergerak cepat. Lima provinsi — Jawa Barat, Jawa Tengah, Gorontalo, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara — tercatat telah melaksanakan intervensi kewaspadaan pangan.
“Langkah daerah-daerah ini patut diapresiasi. Semakin cepat intervensi dilakukan, semakin kecil risiko kerawanan pangan yang mungkin muncul,” ujar Nita.
BMKG Prediksi Musim Hujan Lebih Panjang
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengungkapkan sejak Mei 2025 wilayah Indonesia mengalami curah hujan di atas normal. Puncak musim hujan 2025/2026 diperkirakan terjadi pada November–Desember 2025 di Indonesia bagian barat dan Januari–Februari 2026 di bagian selatan dan timur.
“Musim hujan kali ini diprediksi sama atau bahkan lebih awal dari biasanya, dengan durasi yang cenderung lebih panjang. Namun secara umum sifatnya masih berada pada kategori normal,” jelas Ardhasena.
Untuk mendukung kebijakan di berbagai sektor, BMKG juga menyiapkan buku prediksi iklim lengkap dengan peta per provinsi yang dapat diunduh melalui website resmi BMKG.
Pentingnya Sinergi Kebijakan Pangan dan Iklim
Perubahan iklim yang memengaruhi ketahanan pangan menjadi alarm bagi pemerintah pusat maupun daerah. Dengan integrasi SKPG dari NFA dan prediksi iklim BMKG, diharapkan kebijakan yang diambil dapat lebih tepat sasaran dalam melindungi masyarakat dari potensi krisis pangan.
