Bogor, Trenzindonesia | Puluhan warga Desa Sukaluyu, Tamansari, Kabupaten Bogor, menggelar aksi unjuk rasa menolak penggusuran lahan garapan mereka oleh PT Prima Mustika Candra (PMC).
Aksi ini dilakukan di lahan pertanian yang telah lama digarap warga pada Senin (24/2/2025). Dalam orasi mereka, warga menegaskan bahwa mereka memiliki hak untuk menggarap lahan tersebut dan menggantungkan hidup dari bertani.

“Aksi demonstrasi ini adalah bentuk protes kami terhadap rencana penggusuran lahan pertanian oleh PT PMC. Mereka tidak berhak menggusur karena ini adalah lahan negara yang menurut Undang-Undang Agraria dapat digunakan untuk bercocok tanam,” ujar Eddy, salah satu petani penggarap.
Menurut keterangan warga, pihak PT PMC sebelumnya telah mengerahkan alat berat untuk meratakan lahan yang telah ditanami berbagai tanaman oleh petani. Hal ini memicu kemarahan warga yang merasa kehilangan sumber penghidupan mereka.
“Bayangkan bagaimana tidak kesal, setiap hari kami mencangkul, menanam jagung dan tanaman lainnya, lalu tiba-tiba lahan dibuldozer begitu saja. Kami menggantungkan hidup dari pertanian, di tengah kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang, pengembang seenaknya menggusur,” kata Ico, salah satu penggarap lahan.
Dari pantauan di lokasi, aksi unjuk rasa berlangsung tertib. Para petani penggarap menyampaikan tuntutan mereka agar diberikan hak untuk tetap menggarap lahan. Mereka menolak segala bentuk penggusuran, intimidasi, dan tekanan yang mungkin dilakukan pihak manapun.
“Kami tidak meminta apa-apa, hanya ingin tetap bisa bertani untuk menyambung hidup. Kami menolak penggusuran, premanisme, atau tekanan dari pihak manapun. Kami warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama untuk hidup,” tegas salah satu orator aksi.
Lahan seluas 154 hektar yang menjadi objek sengketa sebelumnya merupakan milik PTPN VIII. Namun, berdasarkan surat PT Perkebunan Nusantara VIII nomor SB/III.4/54114/V/2021 yang ditandatangani Direktur PTPN VIII, Mohamad Yudayat, lahan tersebut dialihkan ke PT PMC.
“Lahan ini sebelumnya milik PTPN VIII, yang merupakan badan usaha milik negara. Namun, tiba-tiba dilepaskan ke PT PMC. Padahal, lahan ini mayoritas merupakan lahan garapan warga,” ujar Oto, salah satu petani penggarap.
Belakangan ini, PT PMC meminta warga yang telah menggarap lahan untuk segera mengosongkannya. Para petani menilai bahwa hak atas tanah harus memiliki fungsi sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Sementara itu, upaya media untuk meminta tanggapan dari pihak PT PMC yang berkantor di Menara Anugrah, Mega Kuningan, Jakarta, mengalami kendala. Nomor telepon perusahaan sulit dihubungi, sehingga belum ada pernyataan resmi dari pihak PT PMC terkait konflik ini. (Pr/Fjr)