Jakarta, trenzindonesia | Setelah kesuksesan buku pertama trilogi Amigdala, “Amigdala: Perjalanan Merepresi Memori,” penulis Mega Arnidya, atau lebih dikenal sebagai Mpokgaga, kini melanjutkan cerita melalui buku kedua yang berjudul “Amigdala: Residu Yang Bersemayam.”
Buku ini masih memfokuskan pada tokoh utama, Ishtar Mahendra Sumoprawiro, dan mengeksplorasi perjalanan hidupnya yang penuh dengan residu yang belum terselesaikan.
Dalam buku kedua ini, Mpokgaga berbicara tentang pengalaman hidup yang meninggalkan bekas, seringkali berupa residu yang terus menghantui dan menuntut penyelesaian. Ishtar Mahendra Sumoprawiro, bersama dengan para tokoh dalam semesta Amigdala, berusaha mengatasi perasaan bersalah, rasa takut, dan ketidakpercayaan diri dalam membangun hubungan, baik secara internal maupun eksternal.
Mpokgaga menyampaikan, “Banyak dari kita masih bergumul dengan perasaan bersalah, rasa takut, serta ketidakpercayaan diri. Di buku kedua ini, semesta Amigdala dengan para tokohnya berusaha memberikan solusi untuk keluar dari kubangan residu yang menghambat kemajuan dalam menghadapi dan menjalani kehidupan.”
Setiap peristiwa dalam hidup manusia meninggalkan jejak di otak dan hati, seperti yang diungkapkan Mpokgaga. Dalam buku kedua, para pembaca diajak lebih dalam memahami perjalanan Ishtar melintasi kota hingga negara, bersama tokoh-tokoh baru atau yang pernah bersinggungan dengan kehidupannya. Mpokgaga menggunakan referensi dari pengalaman pribadi dan teman terdekat untuk mengembangkan premis dalam buku ini.
Sebagai seorang penulis, Mpokgaga tidak menghindari kenangan menyakitkan yang membuat hatinya bergetar sebelum menuangkannya dalam paragraf demi paragraf di “Amigdala: Residu Yang Bersemayam.” Kesungguhan Mpokgaga dalam menyelesaikan residu-residu dalam dirinya sendiri juga menjadi bagian dari narasi buku ini, dengan tujuan menciptakan kebaikan dan masa depan yang lebih baik.
Peluncuran buku kedua ini tidak terlepas dari dampak buku pertama yang sukses membuat pembaca merasakan secara mendalam apa yang dirasakan oleh Ishtar. “Tidak hanya dampak mental, beberapa pembaca bahkan mengalami reaksi fisik seperti pusing, mual, muntah, dan insomnia setelah membaca buku pertama. Meskipun sudah ada peringatan untuk membaca buku ini dalam kondisi mental yang stabil, beberapa pembaca memberikan komentar bahwa buku ini ‘GILA‘,” ungkap Mpokgaga.
Meski demikian, Mpokgaga tidak mematok ekspektasi tertentu dari pembacanya. Tujuan utama dari trilogi Amigdala tetaplah sama, yaitu berbagi cerita. “Setiap cerita memiliki porsi residu yang saya rasa sama ‘beratnya’. Ekspektasi tertinggi saya tentang semesta Amigdala hanyalah bagaimana saya tetap bisa membagikan cerita yang sebenar-benarnya, dan siapapun bisa mengalaminya,” tambahnya.
Bagi para pembaca yang menantikan kelanjutan kisah Amigdala, buku “Amigdala: Residu Yang Bersemayam” karya Mpokgaga sudah dapat diperoleh dalam bentuk fisik mulai tanggal 21 Februari 2024 melalui platform Shopee dan Tokopedia. (PR/Fjr)