Jakarta, Trenzindonesia | Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengklaim bahwa pengaturan konten isi siaran dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dilakukan demi kepentingan publik.
Tulus Santoso, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, menekankan perlunya perlindungan kepada penonton, terutama terhadap tayangan yang mengandung kekerasan sadis. Dalam Seminar Nasional “Reposisi Media Baru dalam Diskursus Revisi Undang-Undang Penyiaran,” yang diselenggarakan oleh KPI Pusat dan Aliansi Jurnalis Video (AJV) dan berlangsung di Lumire Hotel, Jakarta, Selasa (2/4/2024), ia menyatakan bahwa pengaturan tersebut bertujuan untuk melindungi masyarakat dari konten yang tidak sesuai.
Meskipun beberapa masyarakat mungkin kecewa dengan pembatasan tersebut, Tulus menegaskan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk melindungi kelompok yang rentan seperti anak-anak dan remaja dari konten yang tidak pantas.
Baca Juga :
KPI Tunggu Hasil Revisi UU Penyiaran untuk Batasi Jumlah Episode Sinetron
Tulus juga menekankan bahwa tidak mungkin memenuhi seluruh keinginan publik dalam hal isi siaran. Negara dianggap gagal jika mencoba memuaskan semua orang. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya menjaga agregasi kepentingan publik dalam pengaturan konten siaran.
Masyarakat yang tidak setuju dengan pengaturan konten isi siaran diminta untuk menyuarakan pendapat mereka kepada DPR RI sebagai pembentuk undang-undang. Namun, Tulus menekankan bahwa kepentingan publik harus diutamakan dalam proses tersebut, bukan hanya dari satu kelompok masyarakat saja.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari menegaskan perlunya peraturan yang jelas terhadap semua bentuk siaran melalui berbagai media.
Diskusi tentang revisi UU Penyiaran tersebut semakin menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan publik dan kebebasan berekspresi dalam dunia penyiaran di Indonesia. (Fjr) | Foto: DSP