Yogyakarta, Trenz Music | Mendengar nama Extreme, ingatan para penyuka musik langsung membayangkan video clip Nuno Bettencourt memainkan gitar akustik bersama Gary Cherone bernyanyi lagu slow bernuansa “ballad” sementara Pat Badger dan Paul Geary duduk di sofa sebagai penonton sambil tangannya menyalakan korek api keatas.
Extreme memang sudah lama nyaris tak terdengar di telinga para pecinta musik rock. Lebih satu dekade mereka istirahat dari panggung musik, sejak album “Waiting of The Punchline” dirilis tahun 1995 dengan lagu ‘Hip Today’ nya yang menggegerkan dunia persilatan para gitaris tanah air, karena eksplorasi tehnik String Skipping Arpegio selama 10 detik oleh Nuno Bettencourt dalam irama funk yang bergairah. Album terakhirnya yang dirilis 2008 “Saudades de Rock” juga tidak mampu mengulang kesuksesan Extreme belasan tahun lampau.
JogjaROCKarta tahun 2019, Minggu 3 November, grup Extreme dihadirkan bersama band metal asal Dalas Power Trip. Mereka berdua menjadi band tamu asing yang akan memuaskan selera musik masyarakat dari genre rock dan metal yang dijadwal pentas mulai jam 9 malam.
Usai grup NTRL mengawali sesi malam pertunjukan panggung JogjaROCKarta #3 disusul Edane dan Jamrud, lalu panggung di istirahatkan untuk persiapan Extreme tampil dihadapan ribuan pecinta musik rock yang dengan setia menanti di stadion Kridosono Yogyakarta. Setelah hampir 30 menit panggung black out, terdengar lah suara raungan gitar Nuno Bettencourt memecah keheningan disambut tata lighting panggung yang atraktif mengawal masuk nya lagu ‘Its The Monster’. Dan pemunculan Extreme di buka dengan rentetan lagu dari album “Pornograffitti”.
‘Rest In Peace’ dan ‘Get The Funk Out’ dimainkan tanpa putus, lalu diselipkan satu nomor dari album pertama Extreme yang dirilis tahun 1989 berjudul ‘Kid Ego’ dengan performa serasa era jaman glamour musik rock 90 an silam. Tiba-tiba, perlahan tapi cukup mencemaskan hujan gerimis mulai rintik-rintik seakan menguji ketabahan para penonton yang telah rela merogoh kocek ratusan ribu untuk selembar tiket masuk acara ini. Namun gerimis tidak dipedulikan oleh penonton yang asik menikmati improvisasi Kevin Figuerado sang drumer dengan Nuno yang memainkan seperangkat perkusi diakhir lagu ‘Play With Me’, lagu yang juga diambil dari album pertama Extreme.
Sepertinya penampilan Extreme di panggung JogjaROCKarta #3 belum bisa memaksimalkan hasil sound keluaran nya. Beberapa frekwensi yang tidak terlalu nyaman di telinga sering mengganggu ke khusu’an penonton dalam mengapresiasi musik yang masuk dalam genre funk metal. Sehingga banyak aksen bunyi yang perlu detail disampaikan. Agak berbeda dengan penampilan grup band setelahnya. (Entahlah mungkin cuma perasaan gueh aja sih?)
Sudah lebih dari lima lagu, Extreme beraksi diatas panggung, namun hampir seluruh penonton yang memenuhi lebih dari separo stadion Kridosono itu tampak masih ada sesuatu yang diharapkan akan muncul. Saat Nuno dengan gitar akustiknya selesai memainkan lagu ‘Midnight Express’ dan duduk santai berdua Gery Cherone, penonton sempat digoda oleh petikan gitar lagu ‘Stairway To Heaven’ nya Led Zeppelin, membuat cair suasana. Lalu lagu yang dinanti-nanti pun tiba, ‘More Than Words’, lagu yang sangat fenomenal dan menjadikan album “Pornograffitti” masuk dalam 500 album terbaik versi majalah Rolling Stones. Bersama itu juga audiens menyambut antusias dengan ikuti “sing along”.
Lagu itu memaknai cinta sebagai suatu bentuk tindakan. Begitu juga musik rock. Rock adalah tindakan dan aktualisasi yang relevan dengan semangat generasi dan situasi sosial jaman-nya. JogjaROCKarta adalah upaya Rajawali Indonesia dalam rangka membangun interaksi musisi rock internasional dengan bakat-bakat rock tanah air, agar terjadi supply dan demand terhadap kebutuhan konten kreatif dalam lingkup industri musik global. Solo gitar tremolo picking ‘Flight Of The Wounded Bumblebee’ tidak lupa dimainkan setelah lagu ‘Hole Hearted’, untuk mengawali lagu ‘Decadence Dance’.
Menuntaskan lagu tersebut, Extreme menyelesaikan penampilan nya dengan ‘We Are The Champion’ dari grup legendaris Queen, seakan ingin mengatakan kepada kita bahwa musik rock itu bukan hanya sekedar ekspresi kegagahan dan eksotisme semata, namun mampu memberi semangat dan mental juara dalam pertarungan hidup yang semakin keras hingga akhir hayat. Tersirat dalam tagline JogjaROCKarta “Unity In Diversity” berbeda-beda tetapi tetap satu dalam semangat musik rock.
Tabik, Salam Rock’n Real (Foto: Heri Machan)
tlovertonet
November 7, 2019Your comment is awaiting moderation.
I like this post, enjoyed this one regards for posting.