BOGOR, Trenzindonesia | Pada tanggal 2 Mei 1964, Melalui Kepres RI No. 108, Presiden pertama RI, Soekarno, menetapkan tanggal 21 April sebagai peringatan Hari Kartini.
Ditetapkannya tanggal 21 April sebagai peringatan Hari Kartini karena tanggal tersebut sesuai dengan hari kelahiran salah satu pahlawan wanita Indonesia, yakni Raden Adjeng Kartini yang lahir pada 21 April 1879.
Mimpi RA Kartini adalah memperjuangkan hak wanita agar memiliki kebebasan, otonom juga perlakuan hukum yang sama dalam masyarakat hingga akhirnya setelah menikah dengan K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, RA Kartini merealisasikan mimpinya untuk memajukan wanita dengan mendirikan sekolah wanita yang terletak di sebelah timur pintu gerbang kantor bupati Rembang (kini menjadi Gedung Pramuka).
Karena perjuangannyalah, RA Kartini dianggap sebagai pelopor kebangkitan kaum wanita di Indonesia, khususnya kaum pribumi.
Namun RA Kartini bukan satu satunya perempuan Indonesia yang memiliki semangat untuk bisa menggelorakan peran perempuan agar dapat berperan dan ikut memberikan sumbangsih bagi negeri tercintanya yakni Indonesia.
Dalam sejarahnya, ada banyak perempuan yang bisa menjadi catatan akan peran sertanya berbakti dan memiliki kepedulian untuk bangsa dan negaranya, diantaranya:
Laksamana Keumalahayati.
Adalah cicit Sultah Aceh (Sultan Salahuddin Syah) dan Cucu Panglima Tentara Aceh (Laksamana Muhammad Said Syah), Anak Panglima Laut Tentara Aceh (Laksamana Muhmud Syah), yang memimpin 2000 Tentara wanita yang berasal dari janda Pahlawan-2 Aceh (Inong Balee) dan berhasil melawan Belanda pimpinan Cornelis De Houtman.
Laksamana Keumalahayati tergerak hatinya membentuk Inong Balee dan memimpin perlawanan yang menewaskan Cornelis De Houtman karena dimotivasi oleh Suaminya (Laksamana Zainal Abidin) yang gugur ketika memimpin pertempuran melawan Portugis dalam perang di laut Haru.
Raden Ajeng Kartini
Adalah putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih menjabat bupati Jepara dan keturunan Sultan Hamengkubuwana VI, dan cucu dari KH. Madirono (garis ibu).
RA Kartini yang bersuamikan Bupati Rembang (K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat) tergerak hatinya untuk membebaskan rakyatnya dari kungkungan tradisi adat yang membelenggu kaum wanita yaitu akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu, dll.
Pemikirannya dan perjuangannya mendirikan sekolah untuk kaum perempuan menjadi inspirasi pembaharuan masyarakat dalam kemajuan kaum perempuan disemua bidang kehidupan.
Hj. Megawati Soekarnoputri
Adalah putri Ir. Soekarno (Presiden Pertama Republik Indonesia) dan Cucu dari tokoh Muhammadiyah Bengkulu (Hasan Din, Ayahanda Fatmawati, Cucu dari raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat.)
Hj. Megawati Soekarnoputri tergerak hatinya terjun ke politik karena ingin merubah prilaku otoriterisme dan kesewenang-wenangan orde baru.
Hj. Megawati Soekarnoputri menjadi tokoh oposisi orde baru, dan menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia yang kemudian dikudeta rezim orde baru, serta menjadi tokoh pergerakan menggulingkan rezim orde baru (reformasi) yang akhirnya mengantarnya menjadi Wakil Presiden dan Presiden RI ke-5.
Ketika menjadi Presiden ke-5 RI, Hj. Megawati Soekarnoputri masih saja dijadikan korban playing victim politik. Dan sampai sekarang Hj. Megawati Soekarnoputri masih diterpa berbagai isu yang menggambarkan seolah-olah jahat, sombong, dll, yang sesungguhnya Megawati serius dan fokus menyelamatkan bangsa, negara dan rakyat Indonesia yang diperjuangkan Ir. Soekarno.
Puan Maharani Nakshatra Kusyala Devi
Adalah Cucu dari Ir. Soekarno (Presiden Pertama RI) dan Putri dari Hj. Megawati Soekarnoputri (Presiden ke-5 RI) bersama H. Taufik Kiemas (mantan ketua MPR).
Semasa remaj, Puan Maharani merasakan dinamika penzoliman politik yang dilakukan rezim orde baru kepada orang tuannya.
Bahkan ketika menikah sulit mendapatkan gedung untuk melangsungkan pernikahannya dan tak satupun pejabat yang hadir dalam acara pernikahannya.
Ketika reformasi bergulir, Puan Maharani masih merasakan bagaimana Ibu-nya dihianati orang-2 disekitarnya dan bahkan keluarganya menjadi korban playing victim politik sekelompok orang yang berambisi merebut kekuasaan melalui pesta demokrasi.
Puan Maharani tergerak hatinya untuk terjun ke politik agar elit politik fokus memikirkan soal-soal negara dan rakyat, dari pada sibuk membangun intrik-intrik dan playing victim politik.
Pengalaman belajar di Universitas Indonesia, dan pengalaman dari kehidupan politik keluarganya, serta menghadapi langsung berbagai persoalan yang dihadapi orangtuanya (Taufik Kiemas – Megawati) telah mengantarnya menjadi Menteri Koordinator dan Ketua DPR RI perempuan pertama.
Selamat menyambut Idulfitri di Hari Kartini.
Momentum Hari Kartini di Hari Lebaran mengingatkan kembali peran perempuan dalam kebangunan umat, bangsa dan negara!
(Vayireh Sitohang/Fjr) | Foto: Google.com