JAKARTA, Trenzindonesia | Jelang buka puasa hari ke-17 bulan Ramadhan 1444 H, FORUM NEGARAWAN yang berada dibawah bendera GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) menggelar acara diskusi yang dihelat di Posko Forum Purnawirawan TNI dan Polri, Jakarta (11/04/2023).
Acara Diskusi yang digagas oleh Sri Eko Sriyanto Galgendu selaku Ketua GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang juga Ketua Posko Negarawan yang kemudian menginisiasi terbentuknya FORUM NEGARAWAN tersebut, dihadiri diantaranya oleh Letnan Jendral Purn. TNI-AD Bambang Darmono, Prof. Sri Edi Swasono, Laksamana (Purn) Tedjo Edhy, Sayuti Asyathri, Jendral Agustadi, Bambang Sulistomo dan Mayor Jendral Syamsudin serta Nurrachman dan sejumlah tokoh penting di negeri ini.
Mewakili Sohibul hajat di Posko Forum Purnawirawan TNI dan Polri, Letnan Jendral Purnawirawan Bambang Darmono dalam sambutannya memperkenalkan Foko (Forum Purnawirawan TNI dan Polri) dahulu lahir untuk membicarakan masalah negara dan politik kenegaraan. Jadi tidak menyoal tentang Politik kekuasaan. Sehingga Foko selaras dengan Forum Negarawan yang dimotori GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia).
“Forum Negarawan sangat berharap lahir dan tampilnya sosok negarawan yang mampu mengembalikan jati diri dan martabat bangsa Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan oleh Susuhunan Pakubuwono XII dan Gus Dur (Abdurachman Wahid) serta Prof. Dr (HC) KH. Muhammad Habib Chirzin”, jelas Sri Eko Sriyanto Galgendu, Ketua GMRI dan motor penggerak serta penggagas Posko Negarawan yang kini telah memiliki Forum Negarawan.
Acara diskusi diawali oleh Jendral Bambang Darmono yang menyoroti soal Keppres Tentang Pelanggaran HAM Berat yang menjadi sorotan banyak pihak. Sehingga kesan tendensius dari Keppres yang mengakui adanya pelanggaran HAM berat di Indonesia seharusnya dapat diusut sejak Indonesia merdeka, tidak terpenggal hanya sebatas peristiwa G30S/PKI tahun 1965. Sehingga kesan dalam permintaan maaf itu terkesan telah mendiskreditkan TNI yang menumpas pemberontakan itu, telah melakukan kesalahan yang fatal. Karena Keppres itu tidak mengusut sampai jauh ke belakang sejak Indonesia merdeka.
“Kalau motivasinya ada pihak yang cuma ingin mendapat santunan, alangkah rendah harga diri manusia ini dihargai hanya dinilai dengan uang”, tegas Bambang Darmono.
“Padahal, kalau motivasinya untuk mendapat santunan, maka korban dari kebiadaban PKI itu sangat banyak termasuk yang dialami pihak TNI, masyarakat sipil”, tambah Sri Edhi Swasono yang juga menjadi pengasuh utama Perguruan Taman Siswa.
“Karenanya, Keppres yang terkait dengan pelanggaran Ham berat ini tidak jelas janggal dan keliru karena tidak menggunakan parameter yang jelas!”, jelas Jendral Bambang Darmono dengan penuh kegeraman.
“Karena kriteria baku dari pelanggaran HAM berat itu adalah terstruktur dan meluas sifatnya.” Tandasnya.”
Atas dasar itulah, Foko Purnawirawan TNI dan Polri akan menyampaikan protes dengan menyurati Pemerintah melalui Menko Polhukam untuk menunda hasrat pemerintah melakukan penulisan ulang sejarah tentang G30S/PKI terkait dengan PP No. 17 Tahun 2022 itu.”, lanjut Jendral Bambang Darmono.
“Karenanya, TNI seharusnya lebih tegas menolak, Perpres yang telah menimbulkan kegaduhan itu.”, tegas Prof. Sri Edhi Swasono
“Sikap TNI tidak boleh ambivalen terhadap UUD 1945”, tandas Prof. Sri Edhi Swasono.
“Bagaimana mungkin barang yang sudah rusak seperti UUD 1945 itu masih perlu dikaji ulang?”, katanya lebih lanjut, menyoal keinginan Foko Purnawirawan TNI dan Polri yang masih ingin melakukan kaji ulang terhadap UUD 1945 yang sudah dirusak itu.
“Jadi barang yang sudah bobrok, tidak lagi layak untuk dikaji ulang”, kata Prof. Sri Edhi Swasono. Oleh karena itu dia mengajak TNI menolak secara tegas UUD 1945 hasil amandemen yang tidak perlu dikaji ulang lagi. “Semua pihak harus diajak dan mendukung upaya kembali kepada UUD 1945 yang asli bersama TNI”, kata Profesor Sri Edhi Swasono.
Sementara, Prof. Indria Santi Kertabumi justru menyarankan agar adanya kajian terhadap dampak kegaduhan dari masalah G30S/ PKI yang dialami oleh para pihak korban tokoh militer maupun tokoh agama dan rakyat yang tidak berdosa.
“Meski Presiden belum pernah meminta maaf kepada PKI, tapi Presiden telah menyatakan adanya pelanggaran HAM di Indonesia.”, ujar Prof. Indria Santi Kertabumi
Nurrochman, mantan Kedubes di sejumlah negara sahabat, termasuk Belgia, menyarankan perlunya ada pemacu dan pemicu untuk melakukan perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Dia siap mendukung sikap Foko Purnawirawan TNI dan Polri untuk berdiri tegak lurus di atas konstitusi. “Jadi anjuran untuk tidak salah dalam memposisikan konstitusi itu sakral. Padahal, konstitusi itu memang sakral dan perlu kita pelihara bersama”, jelas Nurochman.
“Merosotnya moral anak bangsa Indonesia akibat pembangunan fisikal sentris, tidak spiritual sentris. Apalagi kemudian mata pelajaran tentang budi pekerti yang ditiadakan”, lanjut Nurochman.
Laksamana (Purn) Tejo Edhy, justru berkisah tentang pengalamannya bersama Presiden untuk menolak permintaan maaf kepada PKI itu sungguh tidak sederhana. Karena waktu itu yang hendak minta maaf itu bukan pribadi Jòko Widodo, tetapi seorang Presiden. Jadi permintaan maaf itu tidak ada, tapi yang terjadi adalah pengakuan adanya pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Sementara Habib Sayuti Asyathri menyoroti usaha untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) yang tidak ada dalam perencanaan dan janji sebelumnya, jelas menyalahi syariat konstitusi. Karena ini, memaksakan pindahnya Ibu Kota Negara ke Penajam, Kutai Kertanegara itu telah terjadi semacam pembangkangan konstitusi.
Begitulah sejumlah masalah bangsa dan negara yang mengemuka dalam acara diskusi dan buka puasa bersama Forum Negarawan yang berlangsung di Aula Foko Purnawirawan TNI dan Polri, Jl. Senen Raya No. 18 Jakarta, Selasa 11 April 2023. Sedangkan untuk acara halal bi halal, Forum Negarawan akan dilaksanakan pada 11 Mei 2023. Tempatnya, menurut Sri Eko Sriyanto Galgendu akan menyusul kemudian bersama undangan.
Selanjutnya, Acara berbuka puasa pun terus dirangkai dengan acara hening cipta yang langsung dipimpin Sri Eko Sriyanto Galgendu selaku penggagas acara. (Fjr)