Karena Pernyataan Kontroversial
Jakarta, Trenzindonesia | Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mencopot Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, atas pernyataannya yang dinilai merendahkan institusi Kejaksaan Agung.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah wawancara terkait pelaporan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pemberitaan yang dimuat di www.kompas.com pada Rabu, 12 Maret 2025, Harli Siregar menyatakan bahwa satu insan Adhyaksa yang diperlakukan tidak adil sama dengan menghadapi seluruh institusi Kejaksaan Agung. “Bagi kami, satu orang insan Adhyaksa yang diperlakukan tidak adil itu sama dengan (berhadapan dengan) seluruh institusi,” ujar Harli.
IPW menilai pernyataan ini sebagai bentuk penyamaan antara institusi Kejaksaan Agung dengan individu tertentu, dalam hal ini Febrie Adriansyah. Hal tersebut dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap institusi negara yang memiliki dasar norma ketatanegaraan dalam penegakan hukum. Kejaksaan Agung sebagai lembaga negara harus tetap netral dan tidak bisa disamakan dengan individu yang masih memiliki potensi melakukan kesalahan serta dapat diproses hukum jika terbukti melanggar etik atau hukum.
Selain itu, IPW menegaskan bahwa pelaporan Febrie Adriansyah oleh Koalisi Sipil Anti Korupsi ke KPK merupakan tindakan yang sah dan dilindungi undang-undang. Pelaporan tersebut merupakan wujud pelaksanaan hukum berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Nomor 19 Tahun 2019, Pasal 41 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018. Masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi, termasuk dengan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK.
Lebih lanjut, Pasal 7 PP 43 Tahun 2018 secara tegas mengatur bahwa peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi dapat diwujudkan dengan membuat laporan. Artinya, laporan terhadap Febrie Adriansyah ke KPK merupakan bagian dari penegakan hukum yang sah. Dalam konteks ini, pernyataan Kapuspenkum Kejagung yang menyamakan pelaporan terhadap seorang jaksa sebagai ancaman terhadap institusi Kejaksaan Agung dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap masyarakat sipil yang melaksanakan haknya dalam penegakan hukum.
Tindakan Harli Siregar juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran etik dan sumpah jabatan. Dalam Pasal 10 Ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan disebutkan bahwa seorang jaksa harus menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan secara profesional dan tidak memihak. Selain itu, Pasal 8 Huruf b Peraturan Kejaksaan RI Nomor 4 Tahun 2024 menegaskan bahwa jaksa harus menjunjung tinggi profesionalitas dalam menjalankan tugasnya.
Pernyataan Kapuspenkum Kejagung yang bersifat intimidatif berpotensi menghambat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Hal ini bertentangan dengan Pasal 30 Ayat 3 Huruf a UU Kejaksaan yang menyebutkan bahwa kejaksaan harus turut meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Jika ancaman terhadap pelapor terus dibiarkan, hal ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Selain itu, tindakan Kapuspenkum Kejagung tersebut juga melanggar Pasal 3 Huruf d Peraturan Kejaksaan Nomor 3 Tahun 2024 tentang organisasi dan tata kerja Kejaksaan RI, yang menegaskan bahwa kejaksaan harus menjalankan penegakan hukum secara adil dan objektif. Dalam konteks ini, IPW dan Koalisi Sipil Anti Korupsi menilai bahwa Harli Siregar telah melanggar prinsip integritas dan netralitas dalam penegakan hukum.
IPW bersama Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan KSST menegaskan bahwa Jaksa Agung harus segera mencopot Harli Siregar dari jabatannya sebagai Kapuspenkum Kejaksaan Agung. Langkah ini diperlukan untuk menjaga kredibilitas institusi Kejaksaan Agung serta memastikan bahwa masyarakat tetap dapat berperan aktif dalam pemberantasan korupsi tanpa adanya ancaman atau intimidasi dari pihak kejaksaan.
IPW juga menyerukan reformasi di tubuh Kejaksaan Agung guna memastikan institusi ini tetap transparan dan akuntabel. Reformasi tersebut mencakup:
Peningkatan pengawasan internal, dengan membentuk satuan khusus independen yang bertugas menindak jaksa yang menyalahgunakan kewenangannya.
Penerapan standar etika yang lebih ketat, dengan menegakkan sanksi tegas terhadap pejabat kejaksaan yang membuat pernyataan yang merugikan institusi.
Penguatan perlindungan terhadap pelapor kasus korupsi, agar masyarakat tidak takut melaporkan dugaan penyimpangan oleh pejabat kejaksaan.
IPW menegaskan bahwa langkah-langkah ini harus segera diterapkan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi Kejaksaan Agung. Kejaksaan harus berdiri tegak sebagai lembaga penegak hukum yang independen dan profesional tanpa intervensi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. (Da_Bon/Fjr)