Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Bapak Sugeng Teguh Santoso
Jakarta, Trenzindonesia.com | Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik Polres Depok, Brigpol Ari Siswanto, dalam penanganan kasus pengeroyokan dengan pelapor Indra Gunawan. IPW menilai, tindakan Brigpol Ari yang hadir dalam mediasi antara pihak yang bersengketa dan adanya permintaan uang Rp100 juta agar kasus tak dilanjutkan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.
Kasus ini menjadi sorotan karena dianggap mencederai upaya reformasi Polri yang digaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, terutama dalam hal profesionalisme dan integritas aparat penyidik di lapangan.
Dugaan Permainan Kasus dan Permintaan Uang Perdamaian
Berdasarkan laporan IPW, penyidik Brigpol Ari Siswanto diduga terlibat langsung dalam pertemuan mediasi antara pelapor Indra Gunawan dan terlapor Rianto pada 11 Juni 2025 di sebuah warung depan RS Alia, Jalan Kartini, Depok. Dalam pertemuan tersebut, Ketua RT setempat Gozali Ismail diduga meminta uang perdamaian sebesar Rp100 juta kepada Rianto agar kasus tidak diteruskan.
Rianto yang tak sanggup memenuhi permintaan itu akhirnya menolak hasil mediasi. Informasi ini diperkuat oleh surat pemeriksaan Gozali Ismail tertanggal 3 Juni 2025 yang ditandatangani oleh Wakasat Reskrim AKP Markus Simare Mare, di mana sehari kemudian Gozali meminta mediasi dengan persetujuan Brigpol Ari.
IPW menilai tindakan tersebut tidak hanya melanggar kode etik Polri, tetapi juga berpotensi mengarah pada percobaan tindak pidana pemerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) jo. Pasal 53 jo. Pasal 55 KUHP.
Tekanan Terhadap Saksi dan Manipulasi Berkas
Dugaan ketidakprofesionalan penyidik juga terlihat saat proses pemeriksaan saksi. Pada 21 Juli 2025, Brigpol Ari disebut menekan saksi agar mengakui adanya pemukulan terhadap pelapor. Kuasa hukum bahkan harus turun tangan menegur penyidik di tempat.
Keberpihakan Brigpol Ari semakin tampak dalam pemeriksaan saksi lain, Sapronih dan Maman, pada 23 September 2025. Dalam berita acara, muncul kalimat “memukul”, padahal para saksi mengaku tidak mengetahui peristiwa tersebut. Setelah dikoreksi kuasa hukum, kalimat itu diubah menjadi “tidak memukul”.
IPW menilai tindakan semacam ini berpotensi mengaburkan fakta hukum dan memperburuk citra penegakan hukum di wilayah Depok.
IPW Desak Kapolda Metro Bentuk Tim Investigasi
Atas dugaan pelanggaran etik ini, IPW mendesak Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri segera membentuk tim investigasi yang melibatkan Kabid Propam, Itwasda, Kabag Wassidik, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya. Tim ini diharapkan dapat memperkuat fungsi pengawasan internal Polri agar Perkap Nomor 2 Tahun 2022 bisa berjalan optimal.
“Atasan yang tidak melakukan pengawasan melekat juga bisa dijatuhi sanksi sesuai Perkap. Bila Kasat atau Kapolres abai, maka harus dievaluasi bahkan dicopot,” tegas perwakilan IPW dalam siaran persnya.
IPW mengungkap, pihaknya sudah berkomunikasi langsung dengan Kapolres Depok, namun belum ada tindakan pengawasan berarti. Akibatnya, kasus yang sebenarnya sederhana menjadi berlarut karena adanya kepentingan penyidik dan dugaan keterlibatan pihak luar.
Respons Propam dan Dugaan “Kejar Tayang” Penyidikan
Menindaklanjuti laporan IPW, Propam Polda Metro Jaya pada 29 September 2025 telah meminta klarifikasi dari pelapor dan Brigpol Ari. Namun, penyidik tersebut justru kembali aktif memanggil sejumlah saksi, termasuk Suharyono, Eko Yulianto, Rianto, dan Eti, pada awal Oktober 2025.
Langkah cepat ini dinilai IPW sebagai bentuk “kejar tayang penyidikan” yang justru memperkuat dugaan keberpihakan penyidik. Padahal, menurut Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, setiap anggota diwajibkan bertindak profesional, proporsional, dan prosedural sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c.
Desakan Pemecatan dan Sidang Kode Etik
IPW menegaskan, tindakan tegas harus segera diambil oleh Kapolda Metro Jaya. Penyidik yang terbukti melanggar etika dan integritas perlu diproses melalui sidang kode etik, bahkan diberhentikan dari jabatannya.
“Penegak hukum harus menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, bukan justru melakukan kriminalisasi atau permainan perkara,” tegas IPW.
Organisasi pemantau kepolisian itu menilai, ketegasan pimpinan sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri. Reformasi internal tidak akan berhasil jika pelanggaran etik seperti ini terus dibiarkan.
Momentum Tegakkan Marwah Polri
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi semangat transformasi Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat sudah memberikan dasar hukum bagi pengawasan menyeluruh di setiap level komando.
Namun, jika aturan hanya berhenti di atas kertas, sementara praktik di lapangan menunjukkan penyimpangan, maka reformasi Polri akan kehilangan maknanya.
Ketegasan Kapolda Metro Jaya dalam menangani kasus di Polres Depok akan menjadi cermin sejauh mana komitmen institusi kepolisian dalam menegakkan profesionalisme, integritas, dan etika penegakan hukum di Indonesia. (artwork: Ist)
