Tegaskan Pentingnya Negara Kesatuan di Tengah Keberagaman
Jakarta, Trenzindonesia | Suasana akrab dan penuh kehangatan mewarnai acara halalbihalal bersama KH Said Aqil Siroj yang digelar di Said Aqil Siroj (SAS) Center, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (7/4).
Meski tengah mengalami gangguan kesehatan akibat sakit gusi yang membuatnya sulit makan dan tidur, mantan Ketua Umum PBNU periode 2010–2021 itu tetap hadir mengenakan kemeja hijau muda yang elegan, disambut hangat oleh para tamu yang telah menantinya.

“Dua hari ini saya sakit gusi, jadi kurang nyaman tidur dan makan. Sore ini saya rencana ke dokter,” ujar KH Said Aqil dengan senyum, sembari disambut tawa ringan para hadirin. Karena kondisi kesehatannya, pihak yayasan membatasi jumlah tamu yang hadir. “Beliau sedang tidak fit, jadi kami batasi kunjungan agar tidak terlalu melelahkan,” kata Rakhman, Sekretaris Yayasan SAS.
Acara ini dihadiri oleh beragam kalangan, mulai dari direktur BUMN, wartawan, hingga tamu internasional seperti Dr. Omar Farooc Kalair, warga negara Kanada keturunan Pakistan yang tengah meneliti industri halal di Indonesia. “Saya pernah ke sini 15 tahun lalu. Sekarang sudah banyak berubah, dan saya senang karena di sini semua makanan halal,” ujar Dr. Omar yang datang bersama Budiman Indrajaya, pengusaha muslim sekaligus CEO Urun RI.

Dalam perbincangan dengan tamunya, KH Said Aqil menegaskan kembali peran besar Nahdlatul Ulama (NU) dalam menjaga persatuan dan kerukunan bangsa Indonesia sejak masa awal kemerdekaan. Ia menjelaskan bahwa para kyai NU sejak awal menolak konsep negara agama, dan mendukung terbentuknya negara kesatuan sebagai landasan utama kebangsaan.

“Konsep kami jelas: Hubbul Wathon Minal Iman — cinta tanah air adalah bagian dari iman. Mati demi tanah air adalah syahid. Dan barang siapa mengkhianati negeri, layak dihukum tegas,” tegas Kyai Said kepada tamu asingnya.
Ia menambahkan bahwa NU memiliki peran penting dalam menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang mewajibkan penerapan syariat Islam, demi menjaga persatuan bangsa. “Indonesia harus kuat dan bersatu dulu, baru kemudian memperjuangkan nilai-nilai Islam. Jangan dibalik, karena negara agama justru rawan konflik, sebagaimana terjadi di kawasan Timur Tengah,” tambahnya. (Da_Bon/Fjr) | Foto: Istimewa