Serang, Trenzindonesia | Solidaritas Wartawan Provinsi Banten (SWPB) yang terdiri dari kurang lebih 100 wartawan, menggelar aksi seruan di depan Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Banten, Rabu, 12 Juni 2024.
Aksi ini digelar sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-Undang Penyiaran yang baru atau revisi undang-undang yang ada, yang dikhawatirkan akan merugikan kebebasan pers di Indonesia.
Tri Budi S., Ketua SWPB, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa undang-undang baru ini dapat membatasi kebebasan berekspresi dan kepentingan publik. “Isi Undang-Undang Penyiaran tersebut dikhawatirkan akan membatasi kebebasan pers dan ekspresi, sehingga media tidak bisa lagi melaporkan berita dengan bebas atau mengkritik pemerintah dan institusi lainnya,” ujarnya.
Ada beberapa alasan utama mengapa SWPB menolak Undang-Undang Penyiaran ini:
Pembatasan Kebebasan Pers dan Ekspresi: Undang-undang ini dikhawatirkan akan memberikan terlalu banyak kontrol kepada pemerintah atau badan tertentu atas isi penyiaran, yang dapat digunakan untuk tujuan politik atau penyensoran.
Kepentingan Komersial: Kekhawatiran bahwa undang-undang ini akan menguntungkan perusahaan media besar atau pemilik modal tertentu, sehingga merugikan media independen atau lokal yang lebih kecil.
Kepentingan Publik: Kekhawatiran bahwa undang-undang ini tidak memprioritaskan kepentingan publik atau akses informasi yang merata bagi semua lapisan masyarakat.
Timan, Ketua DPD Pro Jurnalis Media Siber (PJS), menambahkan bahwa gerakan penolakan terhadap UU Penyiaran bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan menekan pemerintah agar merevisi atau membatalkan undang-undang tersebut. “UU Penyiaran DPRD” merujuk pada undang-undang yang mengatur penyiaran dan media yang mungkin melibatkan DPRD. Hingga saat ini, tidak ada undang-undang khusus yang secara eksklusif mengatur tentang penyiaran yang dikeluarkan oleh DPRD. Namun, penyiaran di Indonesia secara umum diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,” paparnya.
Aksi ini menegaskan komitmen wartawan Banten dalam mempertahankan kebebasan pers dan memastikan bahwa undang-undang yang ada tidak merugikan kepentingan publik atau membatasi kebebasan berekspresi. (Fjr) | Foto: Istimewa