JAKARTA, Trenzindonesia | Terkadang, pandangan awal bisa menyesatkan. Apakah memiliki wajah cantik atau ganteng serta ratusan ribu hingga jutaan followers di media sosial bisa menjadi jaminan kesuksesan dalam berkarier di dunia film?
Menurut aktris Putri Ayudya dan aktor Verdi Solaiman, jawabannya adalah “nanti dulu!”
Dalam sebuah webinar yang bertajuk “Mencari Aktor Terbaik, Peran Sanggar, dan Fenomena Artis dari Media Sosial,” yang diselenggarakan oleh Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) XIII 2023, Putri Ayudya dan Verdi Solaiman dengan tegas menyatakan bahwa untuk menjadi aktor atau aktris yang sukses, memiliki daya tarik fisik atau popularitas di media sosial hanyalah modal awal.
“Keterkenalan lewat media sosial hanyalah salah satu modal awal,” tegas Putri Ayudya. “Namun, menjadi aktor atau aktris bukan hanya tentang wajah cantik atau ganteng. Setelah terpilih, itu semua kembali kepada kapasitas akting dan kemampuan bergaul dengan para senior dalam industri film.”
Verdi Solaiman menambahkan bahwa seorang aktor atau aktris tidak hanya harus mampu berakting untuk perannya sendiri. Mereka juga harus memahami secara mendalam karakter tokoh yang mereka perankan dan memiliki visi yang sama dengan pemain lainnya dalam produksi film.
“Aktor dan aktris tidak sekadar bermain untuk diri mereka sendiri. Mereka adalah bagian penting dari tim produksi film dan harus memahami peran mereka dalam menyampaikan pesan cerita dengan baik,” ungkap Verdi Solaiman.
Keduanya menekankan bahwa menjadi aktor atau aktris adalah sebuah tanggung jawab besar dalam dunia perfilman. Mereka harus menjadi front liner, garis terdepan dalam film, dan memiliki daya tarik yang lebih dari sekadar penampilan fisik. Kemampuan artistik dan profesionalisme adalah hal-hal yang sangat penting.
Putri Ayudya, yang telah membintangi sejumlah film ternama seperti “Mengejar Embun Ke Eropa,” “Tjokroaminoto: Guru Bangsa,” “Kafir: Bersekutu dengan Setan,” “Gita Cinta dari SMA,” “Perjamuan Iblis,” dan “13 Bom di Jakarta,” juga berbagi pengalamannya tentang perubahan tren dalam industri film. Ia menyebut bahwa dulu, wajah bule dan keturunan Indo mendominasi layar lebar Indonesia, tetapi seiring berjalannya waktu, selera masyarakat berubah dan wajah eksotik dan berparas lokal menjadi lebih diminati.
Dengan kata lain, dalam dunia film, kesuksesan tidak hanya bergantung pada penampilan fisik atau popularitas di media sosial, melainkan juga pada kemampuan akting, pemahaman karakter, dan dedikasi dalam berkarya. Mereka mengingatkan bahwa menjadi aktor atau aktris adalah sebuah perjalanan panjang yang memerlukan kerja keras dan komitmen untuk terus berkembang dalam dunia seni peran.
Popularitas Jalan Dapat Peran?
Bagi Putri Ayudya, popularitas bukan satu satunya jaminan bisa terpilih mendapat peran. Karena popularitas yang terbangun dari media sosial dengan jumlah followers ratusan ribu atau jutaan, dalam pengamatannya hanya berlaku ketika melakukan promo, atau kemungkinan tayang di hari pertama. Selanjutnya, ada pertanyaan penting: apakah benar followers itu ikutan datang ke bioskop dan menjadi penonton film?
“Semua produser akan mengatakan kami butuh aktor, dan kami juga butuh popularitas untuk sisi yang lain. Akting akan mengangkat kualitas film secara langsung,” tegas Putri Ayudya, yang mempunyai slogan kesiapan, kesempatan, dan keberuntungan.
Aktor Harus Tahu Fungsi Peran
Sementara itu, Zulverdi Amos Solaiman, atau dikenal dengan nama Verdi Solaiman mengatakan, seorang aktor yang profesional harus bisa menelaah dan memberikan penawaran. “Kalau peran seperti ini, saya punya gaya seperti ini. Tema besarnya, apa argumen apa yang akan diberikan,” tegas dia.
Putra aktor Hengky Solaiman ini memberi contoh, seandainya dia bermain dalam film Romeo and Juliet. Tema besarnya cinta bisa mengalahkan segalanya bahkan kematian. Ada satu cinta yang kuat banget.
“Ketika misalnya, saya berperan sebagai ayahnya Juliet, karakter saya adalah penghalang cinta. Nah, karakter saya ada di situ. Jadi, aktor yang baik, harus tahu fungsi karakter dia seperti apa. Tidak hanya akting sendirian. Tetapi harus punya visi bersama dengan pemain lain,’ kata Verdi lagi.
Bagi Verdi para pemain film yang muncul berdasarkan fans base atau popularity base, sebanyak apa pun followers-nya, bukanlah jaminan film itu akan laku apalagi box office. Karena user behavior penonton film kita totally berbeda dengan luar negeri.
“Di luar negeri, fans rela mengeluarkan uang untuk membayar karya idolanya. Tetapi di sini tidak begitu. Di TV seorang artis bisa ditonton jutaan orang. Namun ketika dia main film, belum tentu penonton TV itu, mau membeli karcis di bioskop. Di TV kan gratis, dan bioskop bayar,” kata Verdi Solaiman yang sudah terjun ke bidang film sejak tahun 1982. Sekarang selain sibuk akting, sutradara, dan produser, sejak tahun 2020 mengelola sanggar akting.
Sementara itu, Dra Ruliah Hasyim, Pamong Budaya Ahli Muda mewakili Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik dan Media, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, dalam kata sambutan mengakui, di berbagai di platform media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok, sejumlah aktor biasanya menggunakan platform tersebut untuk mempromosikan diri tentang kiprah mereka.
“Kita semua dapat dengan mudah mencari calon aktor berdasarkan nama, lokasi, atau jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Dan pada saat bersamaan, demi mengasah keaktoran, seorang aktor bisa bergabung dengan grup dan forum casting online. Ada banyak komunitas online tempat para aktor dan pembuat film dapat terhubung. Kelompok-kelompok ini bisa menjadi cara yang bagus untuk menemukan aktor yang sedang mencari pekerjaan.”
Ruliah Hasyim menyebut, menemukan aktor yang baik bisa menjadi sebuah tantangan, “Tetapi menemukan orang yang tepat untuk proyek film kita adalah hal yang bermanfaat. Akhirnya, dengan menggunakan media sosial dan sumber daya lainnya, kita dapat menemukan aktor berbakat yang akan membantu kita membuat film hebat!” ujar Ruliah.
Sementara itu Presiden FFWI, Wina Armada Sukardi dalam sambutannya mengatakan, untuk webinar FFWI yang ketiga ini, sengaja dipilih tema mengenai kualitas keaktoran dan pengaruh medsos terhadap dunia keaktoran.
“Tema ini kami pilih karena kami anggap penting. Bidang akting tidak terpisahkan dari film. Sampai sekarang memilih aktor terbaik selalu menjadi perdebatan dalam penjurian, termasuk dalam FFWI misalnya, ” tandas Wina. (PR/Fajar Irawan) | Foto: Dok. FFWI