JAKARTA, Trenzindonesia | Industri hiburan Tanah Air semakin beragam dengan kehadiran banyak talenta lintas bidang. Kali ini, giliran Soleh Solihun, mantan wartawan Rollling Stone, yang membuktikan kebolehannya di dunia penyutradaraan. Melanjutkan jejak para senior, seperti H. Usmar Ismail, Andi Bachtiar, dan Joko Anwar, Soleh Solihun berhasil menggarap film kelimanya yang berjudul “Star Syndrome“.
Melalui rumah produksi Mahakarya Pictures, Soleh Solihun dipercaya untuk mengarahkan film bergenre drama komedi ini. Dalam produksi yang melibatkan Gilang Dirga, Tanta Ginting, Tora Sudiro, Tissa Biani, Aryo Wahab, dan beberapa nama terkenal lainnya, “Star Syndrome” menghadirkan nuansa industri musik sebagai latar belakang ceritanya.
“Saya ingin menciptakan film dengan musik sebagai ciri khas saya,” ungkap Soleh dalam acara gala premier “Star Syndrome” di bioskop XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta, pada Jumat (2/6/2023).
Penggarapan film ini memakan waktu cukup lama, yakni 18 bulan, mulai dari persiapan hingga proses editing selesai. Sebagai film perdana Soleh Solihun sebagai sutradara, ia berusaha menghasilkan karya yang berkualitas.
“Karena ‘Star Syndrome‘ adalah film pertama saya, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menciptakan film yang baik dan berkualitas,” ujar Soleh, yang juga dikenal sebagai seorang Komoka.
Namun, perjalanan menuju kesuksesan tidaklah mudah bagi para pemeran. Gilang Dirga, yang memerankan tokoh utama dalam film ini, harus bekerja keras untuk menyesuaikan berat badannya. Dalam kurun waktu satu bulan, Gilang harus menaikkan berat badannya untuk memenuhi kebutuhan adegan tertentu. Namun, tak berhenti di situ, Gilang kemudian harus menurunkan berat badannya hingga 20 kg untuk satu adegan spesial dalam film tersebut. Syuting pun harus dihentikan selama sebulan untuk menunggu proses diet Gilang.
“Film ini mengingatkan saya dan kita semua. Ketika sudah berada di puncak, jangan lupa dengan orang-orang yang dulu bersama kita dalam perjuangan,” ujar Gilang Dirga saat gala premier “Star Syndrome” di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (2/6).
Gilang juga mengungkapkan bahwa film ini sangat relevan dengan kehidupannya. Sebagai seorang musisi, Gilang pernah mengalami sindrom bintang, dan tema tersebut tercermin dalam film ini.
“Film ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki perjalanan karier yang berbeda. Setiap orang mengalami masa kejayaan dan kemunduran. Bagaimana menghadapi kemunduran dalam profesi tersebut, semua ada dalam film ini,” tambah Soleh Solihun.
Dendi, sang produser, menambahkan, “Film ini mengingatkan kita bahwa zaman selalu berubah dan kita harus beradaptasi. Cara ‘baru’ akan menjadi ‘lama’ lebih cepat dari yang kita bayangkan. Semoga film ini menginspirasi dan menghibur.”
Dengan latar belakang industri musik dalam ceritanya, tidak heran bahwa 80% pemeran dalam “Star Syndrome” memiliki latar belakang sebagai musisi. Mahakarya Pictures dan Soleh Solihun berkomitmen untuk menyajikan adegan manggung yang autentik dalam film ini.
Semua adegan musik direkam secara live di lokasi syuting ketika para pemain tampil. Bahkan, Gilang Dirga mengambil kursus gitar agar bisa tampil live dalam film ini.
“Star Syndrome” juga menghadirkan kolaborasi lintas generasi dalam soundtracknya. Denny Chasmala, penulis lagu “Berharap Tak Berpisah“, menciptakan lagu berjudul “Simpang Siur” yang dinyanyikan oleh Jay and The Others (Gilang Dirga, Randy Nidji, Thomas GIGI, Hendy GIGI, dan Denny Chasmala).
Soleh Solihun berharap cerita “Star Syndrome” bisa memberikan daya tarik bagi berbagai kalangan, tidak hanya musisi.
“Mudah-mudahan ‘Star Syndrome‘ menjadi tontonan yang menghibur, menginspirasi, dan memberikan manfaat selama 113 menit,” tutup Soleh Solihun. Film “Star Syndrome” sudah bias disaksikan di layar bioskop Indonesia mulai tanggal 8 Juni 2023. (PR/Fjr) | Foto: Istimewa