Jakarta, Trenzindonesia.com | Banyaknya kasus disertir anggota TNI-Polri di wilayah konflik Papua memicu perhatian serius. Peneliti Senior Human Studies Institute (HSI), Syurya M. Nur, menekankan pentingnya evaluasi besar terhadap rekrutmen afirmatif bagi orang asli Papua untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
“Rekrutmen afirmatif merupakan langkah penting untuk memastikan representasi yang lebih inklusif dan memperkuat kesatuan nasional,” ungkap Syurya. Namun, ia juga menyoroti perlunya evaluasi cermat terkait penempatan personel untuk menghindari potensi disertir atau pembelotan, terutama di daerah yang rawan gerakan separatisme.
Kasus penyergapan Denis Murib, disertir TNI yang bergabung dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Paniai, serta Bripda Anke Mabel dari Polres Yalimo yang kabur dengan membawa senjata, menjadi bukti nyata masalah ini.
“Kami sangat prihatin dengan kasus demi kasus disertir ini. Niat rekrutmen afirmatif memang baik, namun harus ada evaluasi besar agar tidak terulang,” tegas Syurya.
Sebagai Pakar Komunikasi dan Politik Universitas Esa Unggul, Syurya mengusulkan beberapa solusi praktis. Ia menyarankan agar personel asal Papua ditempatkan di berbagai wilayah Indonesia untuk mengurangi risiko pembelotan dan memperluas wawasan serta pengalaman mereka.
“TNI-Polri sebaiknya menempatkan personel Papua ke berbagai wilayah Indonesia,” ujarnya. Selain itu, pelatihan khusus yang meningkatkan keterampilan militer atau kepolisian serta pemahaman tentang keragaman budaya dan dinamika politik di berbagai daerah NKRI juga sangat diperlukan.
“Dukungan psikologis dan sosial yang kuat sangat penting bagi personel asal Papua agar dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dan tetap termotivasi,” tambah Syurya.
Ia juga berharap agar pemerintah dan DPR yang sedang membahas RUU TNI-Polri memprioritaskan persoalan desentralisasi personel.
“Pemerintah dan DPR harus membahas masalah desentralisasi personel dalam RUU ini untuk menjaga keutuhan kedaulatan NKRI dan profesionalisme anggota TNI-Polri,” tutupnya.